JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Muhammad Syafi'i mengatakan dipilihnya Komisaris Jenderal (Pol) Tito Karnavian sebagai calon tunggal Kapolri oleh Presiden Joko Widodo bukan suatu kejutan.
Menurutnya, banyak kalangan sudah menduga Jokowi bakal memilih Tito. Dugaan tersebut didasari kemenangan Jokowi di Papua pada Pemilu 2014. Tito yang saat itu menjabat Kapolda Papua sejak 21 September 2012 hingga 16 Juli 2014, dianggap berprestasi memenangkan Jokowi.
(Baca: Tito Dipilih Jadi Calon Kapolri karena Dinilai Loyal kepada Jokowi)
"Ya Pak Jokowi kan menang mutlak di Papua. Bahkan dari informasi yang kami peroleh disana, perolehan suara pak Jokowi itu sudah ada sebelum pemilu. Nah ini kan prestasi hebat," kata Syafi'i di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (15/6/2016).
Secara politik, politisi partai Gerindra itu sudah menduga jabatan berikutnya setelah Tito menjadi Kapolda Papua.
"Langsung jadi Kapolda Metro Jaya. Sebentar kemudian menjadi kepala BNPT. Lalu calon Kapolri, secara politik itu sudah diduga," ucap dia.
Menurut Syafi'i, pengajuan Tito merupakan sesuatu yang tidak biasa dalam etika jabatan kepolisian. Tito melompati empat angkatan di atasnya.
"Jadi kalau ini ada empat generasi, saya khawatir itu menjadi persoalan di tubuh internal kepolisian," tutur dia.
Nama Tito diajukan sebagai calon tunggal Kapolri kepada DPR. Ketua DPR Ade Komarudinlah yang mengungkap kabar itu. Dia mengaku menerima surat dari Menteri Sekretaris Negara Pratikno pada Rabu (15/6/2016) pagi.
(Baca: Badrodin: Semua Pejabat Polri Akui Keunggulan Tito Karnavian)
Setelah dibuka, kata Ade, isi surat itu terkait pergantian Kapolri.
"Beliau menyampaikan surat tertutup, amplop tertutup. Saya buka isinya adalah Presiden RI mengajukan pengganti Bapak Badrodin Haiti yang segera akan pensiun," kata Ade di Jakarta, Rabu.
"Dalam surat itu, Bapak Presiden mengajukan Bapak Tito Karnavian yang sekarang menjabat Kepala BNPT dan mantan Kepala Polda Metro," tambah Ade.