Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

JPPR: Sebut KPU Pembangkang, DPR Tunjukkan Keangkuhannya

Kompas.com - 10/06/2016, 17:17 WIB
Ayu Rachmaningtyas

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz membalikkan pernyataan anggota Dewan yang menyebut Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pembangkang terkait rencana KPU mengajukan judicial review atas revisi UU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Masykurudin justru menganggap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)-lah yang tidak mengetahui produk undang-undang yang dihasilkan bisa diuji oleh berbagai pihak, termasuk KPU sebagai pelaksana.

KPU dinilai wajar menggugat isi revisi itu karena menempatkan penyelenggara pemilu tidak berdiri independen.

"Setiap produk UU yang dibuat selalu ada peluang untuk diuji materikan. Ini sama saja menunjukkan keangkuhan apabila dia mengatakan setiap pihak yang mengajukan uji materi disebut pembangkang," kata dia saat dihubungi Kompas.com, Jumat (10/6/2016).

(Baca: KPU Pertimbangkan Ajukan "Judicial Review" UU Pilkada ke MK)

Ia mengatakan, sikap anggota DPR yang langsung menuduhkan KPU adalah pembangkang sebagai bentuk kepanikan. Oleh karena itu, Masykurudin pun mendukung langkah KPU mengajukan gugatan atas revisi UU Pilkada itu.

"Ini bentuk respons cepat KPU karena dinilai ada materi UU yang mengurangi kemandirian sejak awal. Nah, kesadaran inilah yang membuat anggota DPR tidak dapat profesional," ujar dia.

Masykurudin mengatakan, kemungkinan produk revisi UU Pilkada dibuat karena adanya kepentingan jangka pendek untuk mengakomodasi kepentingan DPR.

"Iya bisa saja pasal itu dibuat untuk mengakomodasi kepentingan DPR dan menghabisi kepentingan masyarakat," kata dia.

(Baca: Politisi PDI-P Anggap KPU Membangkang jika Uji Materi UU Pilkada ke MK)

Diberitakan sebelumnya, KPU berniat mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait hasil revisi UU Pilkada. KPU pun berniat mengajak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk melakukan langkah serupa.

KPU memprotes salah satu pasal yang dianggap mengganggu independesi penyelenggara pemilu.

Di dalam Pasal 9 disebutkan soal bahwa dalam menyusun dan menetapkan peraturan dan pedoman teknis pemilihan, KPU harus berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah dalam sebuah rapat dengar pendapat yang mengikat. Selain KPU, Bawaslu juga terikat pada aturan yang sama.

Kompas TV Sejumlah Pasal Bermasalah dalam UU Pilkada-Satu Meja
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Nasional
Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Nasional
Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Nasional
Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com