JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf menilai wajar jika Ikatan Dokter Indonesia menolak jadi eksekutor hukuman kebiri kimiawi bagi pelaku kejahatan seksual.
Jika dokter melakukan ebiri kimiawi, maka ia akan melanggar kode etik profesi.
"Kalau kita bicara profesi, mereka ada kode etik. Kalau mereka langgar berarti mereka lakukan malpraktik. Kita hormati pemikiran IDI," kata Dede saat dihubungi, Jumat (10/6/2016).
Dede pun meminta pemerintah segera menjelaskan siapa yang akan menjadi eksekutor kebiri nantinya jika IDI saja sudah menolak.
Jika pemerintah tidak bisa mencari solusi, dia menyarankan agar Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 yang mengatur hukuman kebiri dibatalkan.
"Kalau pemerintah belum bisa menjelaskan, maka kebiri ini harus dipikir ulang," ujar dia.
Dede menilai pemerintah bisa memberikan hukuman tambahan lain selain kebiri.
Dalam Perppu 1 Tahun 2016, masih ada dua hukuman tambahan lainnya yakni pengumuman identitas ke publik serta pemasangan alat deteksi elektronik.
Selain itu hukuman bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak juga diperberat menjadi hukuman mati, seumur hidup, paling lama 20 tahun penjara atau paling singkat 10 tahun penjara.
"Konsep pemberatan hukuman adalah terap suatu keharusan, tapi bentuknya apa harus dikaji lagi," ucapnya.