Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 10/06/2016, 05:20 WIB

Politik uang menjadi isu yang selalu muncul dalam pemilihan kepala daerah. Praktik ini ditengarai terjadi sejak perekrutan bakal calon oleh partai politik hingga rekapitulasi suara oleh penyelenggara pilkada. Namun, selama ini, sangat sulit membuktikannya.

Hal ini, antara lain dapat dilihat dalam pilkada serentak 2015. Saat itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menerima 929 laporan atau pengaduan terkait politik uang.

Namun, hanya tiga perkara yang berlanjut sampai pengadilan dan akhirnya tidak ada yang dijatuhi sanksi.

Padahal, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada sudah mengatur sanksi berat, yakni pembatalan pencalonan bagi kandidat yang terbukti melakukan politik uang.

Saking sulitnya dibuktikan, sampai-sampai muncul istilah bahwa politik uang itu seperti orang buang gas. Baunya bisa tercium oleh semua orang, tetapi bentuknya tidak terlihat.

Pada saat yang sama, praktik politik uang juga sudah sangat meresahkan. Saat Konvensi Nasional Indonesia Berkemajuan yang diselenggarakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Yogyakarta, beberapa waktu lalu, mantan Gubernur Riau Abu Bakar menuturkan, demokrasi berjalan tak tentu arah karena dinodai politik uang. Hanya mereka yang punya uang yang bisa memimpin daerah.

Melalui UU Pilkada yang disahkan dalam Rapat Paripurna DPR, Kamis pekan lalu, DPR dan pemerintah terlihat mempermudah sanksi bagi pelaku politik uang.

Caranya, dengan memasukkan praktik tersebut sebagai pelanggaran administrasi hingga pemberian sanksinya tak perlu menunggu proses peradilan. Bawaslu bisa langsung memeriksa dan memutus sanksi bagi pelaku politik uang.

Sebelumnya, politik uang masuk kategori pelanggaran pidana. Akibatnya, sanksi baru bisa dijatuhkan setelah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, yang menyatakan bahwa politik uang itu benar terjadi.

Proses pengadilan ini biasanya belum selesai saat proses pilkada sudah selesai.

Bawaslu

Kini, dengan dimasukkannya politik uang sebagai pelanggaran administrasi, pertanyaan ada di integritas dan kemampuan Bawaslu.

Catatan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu sepanjang 2015 hingga awal Juni 2016, sebanyak 87 anggota Bawaslu di daerah dijatuhi sanksi dengan 21 di antaranya diberhentikan tetap.

Ketika integritas masih bisa goyah, tidak menutup kemungkinan, pemeriksaan hingga penjatuhan sanksi oleh Bawaslu akan bias oleh kepentingan politik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com