Panglima TNI Anggap Korban Pemberontakan PKI Tahun 1948 Juga Perlu Dibahas

JAKARTA, KOMPAS.com - Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan upaya pelurusan sejarah tak bisa dilakukan jika hanya mengakomodasi simposium 1965 di Hotel Aryaduta beberapa waktu lalu.

Gatot menyatakan, upaya pelurusan sejarah harus dilakukan seadil mungkin dengan juga menyinggung jatunya korban pada tahun 1948.

"Kalau sejarah mau diluruskan, jangan hanya membahas korban yang jatuh di tahun 1965 saja, di tahun 1948 kan juga banyak korban yang berjatuhan," kata Gatot saat menghadiri simposium anti Partai Komunis Indonesia (PKI) di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Kamis (2/6/2016).

Dia menambahkan, jika tidak mengakomodasi para korban pemberontakan PKI di tahun 1948, justru akann menimbulkan disintegrasi bangsa.

(Baca: Pembongkaran Kuburan Massal Korban 1965 Akan Libatkan TNI AD)

"Seperti yang dikatakan Pak Kiki (Syahnakri), ketua panitia simposium, bangsa Indonesia butuh integrasi, maka ini juga bagian dari upaya integrasi," lanjut Gatot.

Panglima TNI hadir dalam Simposium "Mengamankan Pancasila Dari Ancaman Kebangkitan PKI dan Ideologi Lain" dan memberi sambutan di simposium tersebut.

Simposium "Mengamankan Pancasila Dari Ancaman Kebangkitan PKI dan Ideologi Lain" yang merupakan reaksi dari Simposium Tragedi 1965 resmi dibuka di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Rabu (1/6/2016) pada pukul 08.30 WIB. Acara tersebut dibuka oleh ketua panitia, Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri.

(Baca: PKI, Ancaman terhadap Pancasila atau Hanya "Amarah" Para Jenderal Punawirawan?)

Dalam sambutan pembukanya, Kiki mengatakan simposium ini memiliki tujuan akhir berupa rekomendasi yang akan diberikan kepada pemerintah untuk menyikapi polemik kebangkitan PKI.

"Kami akan berikan rekomendasi tersebut kepada pemerintah supaya mengambil langkah yang tepat dalam melindungi pancasila dari PKI," tutur Kiki kepada seluruh peserta simposium.