Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Berkaca pada Pelaksanaan Tahun 2015, RUU Pilkada Punya Banyak Kelemahan

Kompas.com - 01/06/2016, 18:33 WIB
Ayu Rachmaningtyas

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Rahmadanil mengatakan proses pembahasan revisi UU Pilkada sangat kental akan kepentingan individu dan partai politik.

Padahal, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah seharusnya menjadikan kelemahan dan evaluasi pelaksanaan pilkada 2015 sebagai perbaikan dalam revisi UU Pilkada tersebut.

"Sangat disayangkan proses pembahasan ini memakan satu bulan lebih. Tetapi pendekatan yang dilakukan DPR tidak sesuai dengan harapan publik," kata Fadli, saat ditemui di Jakarta, Rabu (1/6/2016).

Menurut dia, DPR dan pemerintah seharusnya membuka partipasi publik serta melihat bahan-bahan evaluasi yang dimiliki oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan masyarakat sipil.

(Baca: Revisi UU Pilkada Tertutup, DPR Tidak Membahas Masalah Krusial)

Jika hal tersebut dilakukan, kata Fadli, DPR tidak akan membahas panjang poin yang tidak substantif. Dia mencontohkan poin tidak substantif yang justru menyita waktu DPR itu seperti kewajiban mundur atau tidaknya anggota DPR saat maju sebagai calon kepala daerah hingga syarat jumlah dukungan.

Dua hal itu membuat pembahasan RUU Pilkada alot tetapi ujung-ujungnya tidak ada perubahan.

"Ini kan seharusnya tidak perlu dibahas karena sudah ada keputusan Mahkamah Konsitusi (MK). Tapi ini malah didebatin panjang lebar, panjang lebar," ujar dia.

DPR, di sisi lain, justru tidak membahas calon yang berstatus terpidana bebas bersyarat. Padahal, dalam pelaksanaan pilkada 2015 lalu, masalah itu sempat menjadi polemik.

(Baca: Disepakati, Revisi UU Pilkada akan Disahkan pada 2 Juni)

"Kasus ini kan terjadi di Manado dan kota lainnya, sampai pelaksanaan pilkadanya ditunda. Sampai akhirnya masalah ini hanya ditarik ulur dan pada akhirnya tidak dibahas," kata dia.

Selain itu, kata dia, DPR juga tidak membahas masalah sengketa pencalonan. Dari pelaksanaan pilkada serentak 2015, ada lima daerah yang ditunda penyelenggaraan pilkadanya disebabkan penyelesaian sengketanya berlarut-larut.

"Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslu) kabupaten/kota bukan disiapkan untuk menyelesaikan masalah sengketa pencalonan. Seharunya revisi UU Pilkada menjawab masalah ini," ujar Fadli.

Kompas TV Presiden: RUU Pilkada Harus Segera Disepakati
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com