JAKARTA, KOMPAS.com - Peristiwa pendudukan Gedung DPR/MPR RI oleh mahasiswa pada 18 Mei 1998 merupakan salah satu peristiwa bersejarah dalam proses pelengseran Soeharto dari tampuk kekuasaan.
Dalam peristiwa ini, ribuan mahasiswa dari berbagai kampus bergabung menduduki gedung DPR/MPR untuk mendesak Soeharto mundur. Peristiwa tersebut tentu tidak terjadi begitu saja tanpa ada sebab yang melatarbelakanginya.
Seorang politisi dari Partai Demokasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang saat itu juga menjadi salah satu pelaku sejarah, Masinton Pasaribu, menceritakan rangkaian peristiwa sebelum mahasiswa menduduki gedung DPR/MPR RI kepada Kompas.com.
Masinton menuturkan, sebelum aksi turun ke jalan hingga peristiwa pendudukan gedung DPR, mahasiswa telah melakukan pra-kondisi di kampus-kampus dengan melakukan aksi mimbar bebas.
Dalam aksi mimbar bebas tersebut siapa saja bisa menyampaikan aspirasinya dengan berorasi.
Aksi mimbar bebas di kampus-kampus dilakukan sejak krisis moneter melanda Indonesia akhir tahun 1997, juga ketika Soeharto ditetapkan kembali menjadi presiden melalui sidang umum MPR tahun 1997.
Mahasiswa mulai melakukan penolakan atas pengangkatan kembali Soeharto sebagai presiden. Keadaan diperparah dengan kenaikan harga baham pokok dan bahan bakar minyak (BBM) akibat krisis moneter.
"Kami mahasiswa saat itu semakin giat melakukan mimbar bebas di masing-masing kampus. Saat itu saya masih menjadi mahasiswa di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia," tutur Masinton, saat ditemui di kawasan Thamrin, Selasa (17/5/2016).
Seluruh gerakan mahasiwa, kata Masinton, terkonsentrasi di beberapa simpul pergerakan seperti Komunitas Aksi Mahasiswa se-Jabodetabek, Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Se-Jakarta (FKSMJ) dan beberapa simpul lainnya.
"Ada banyak simpul mahasiswa, tidak tunggal," ujarnya.
Saat itu Masinton dan beberapa aktivis mahasiswa mulai bergabung dengan mahasiswa di kampus-kampus lain seperti Atma Jaya, Universitas Kristen Indonesia, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (sekarang Universitas Negeri Jakarta), Universitas Indonesia, Trisakti, Universitas Tarumanegara, Universitas Mercubuana dan lain sebagainya.
Semua mahasiswa di masa itu melakukan solidaritas dengan mendatangi kampus-kampus yang melakukan mimbar bebas. Dari mimbar bebas tersebut kemudian terbangun jaringan dan solidaritas antarkampus.
Aktivis mahasiswa mulai saling berjejaring satu sama lain yang direkatkan oleh satu tujuan, menjatuhkan Soeharto.
Setelah mimbar bebas berlangsung selama beberapa bulan, mahasiswa mulai merasa protes dari dalam kampus saja tidak cukup, tapi juga harus disuarakan dengan turun ke jalan.
"Ketika seluruh kampus yang ada sudah terkonsolidasi dengan baik, kami memutuskan untuk turun ke jalan," ucap Masinton.