JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa kejahatan seksual terhadap anak di Indonesia telah masuk kategori kejahatan luar biasa.
Presiden telah merapatkan hal tersebut bersama dengan Kepala Polri, Jaksa Agung, dan Badan Intelijen Negara (BIN).
"Tadi di rapat sudah kami bicarakan bahwa kejahatan seksual terhadap anak kami nyatakan sebagai kejahatan luar biasa," ujar Presiden di Istana Negara, Jakarta, Selasa (10/5/2016).
Oleh sebab itu, penanganan aparat penegak hukum atas perkara-perkara semacam itu juga tidak dapat dilakukan seperti yang selama ini.
(Baca: Ini Alasan Menkes Suntik Hormon Belum Bisa Diterapkan ke Pelaku Kejahatan Seksual)
"Penanganan perkara semacam itu juga harus luar biasa. Juga sikap dan tindakan kami, pemerintah juga harus luar biasa. Sudah saya sampaikan kepada Kapolri, Jaksa Agung, dan kepala BIN," ujar Jokowi.
Kebijakan baru tersebut, lanjut Jokowi, bersinergi dengan kebijakan pemerintah untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk merespons maraknya kejahatan seksual terhadap anak.
Kebijakan baru itu juga bersinergi dengan revisi Undang-Undang Perlindungan Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
"Perppu-nya baru diproses. UU-nya nanti kami akan revisi, tapi yang paling penting tadi bahwa penanganannya harus dengan cara-cara yang luar biasa," ujar Jokowi.
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani sebelumnya mengatakan, perppu yang tengah dirancang untuk merespons banyaknya kasus kejahatan seksual akan menitikberatkan ke arah pemberatan hukuman bagi pelaku.
Ada dua poin pemberatan hukuman yang dimaksud. Pertama, penerapan hukuman mati atau seumur hidup bagi pelaku kejahatan seksual terhadap perempuan dan anak-anak.
(Baca: Dalam Perppu Baru, Pelaku Kejahatan Seksual yang Masih Anak-anak Akan Direhab)
Kedua, memperkuat perlindungan bagi pelaku kejahatan seksual yang masih di bawah umur. Artinya, selain diberikan hukuman badan atau penjara, pelaku kejahatan seksual di bawah umur juga akan dikenakan hukuman berupa rehabilitasi psikologis.
"Pelaku akan diberikan rehab dengan maksud tidak mengulangi hal itu kembali dan kembali ke jalan yang benar," ujar Puan.
Menurut dia, rehabilitasi psikologis kepada pelaku kejahatan seksual di bawah umur juga merupakan implikasi dari asas perlindungan anak yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.