Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramos Horta: Papua Tak Ingin Lepas

Kompas.com - 08/05/2016, 06:06 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Mantan Presiden Timor-Leste Jose Ramos Horta menyatakan, mayoritas penduduk Papua dan Papua Barat tidak ingin lepas dari Indonesia. Saat yang sama, sejumlah kalangan di daerah itu mengeluhkan kurangnya sumber daya manusia lokal yang berkualitas.

Kesimpulan itu diambil Horta setelah berkunjung ke Jayapura, Papua, Senin-Rabu (2-4/5). Kunjungan itu atas undangan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan untuk melihat situasi di sana.

Selama di Jayapura, Horta menemui sejumlah kalangan, seperti Gubernur Papua, Ketua DPRD Papua, Kapolda Papua, dan tokoh masyarakat setempat.

Dari hasil dialognya dengan berbagai kalangan itu, Horta, Kamis (5/5), di Jakarta, menuturkan, mayoritas penduduk Papua dan Papua Barat tidak ingin berpisah dari Indonesia.

Saat ini, lanjut Horta, yang dibutuhkan adalah dialog yang lebih intensif antara Pemerintah Indonesia dan sejumlah pihak di Papua dan Papua Barat. Dengan dialog, pemerintah dapat mengambil keputusan yang tepat dan seimbang.

Pendekatan yang mengandung kekerasan juga harus dihindari. Menurut Jose, pemerintah bisa menggandeng badan-badan yang menangani isu HAM, seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan sejumlah LSM untuk menginvestigasi masalah kekerasan di Papua.

Infrastruktur

Pemerintah juga perlu membangun infrastruktur dan terus mendorong pemuda Papua dan Papua Barat untuk terus mengembangkan diri dengan tanpa mengganggu adat-adat penduduk setempat.

"Hingga saat ini, Pemerintah Indonesia telah menyalurkan dana 10 miliar dollar AS untuk Papua. Namun, tidak semuanya digunakan untuk pengembangan sumber daya manusia," ujarnya.

Jika kualitas pendidikan di Papua dan Papua Barat meningkat, akan muncul lebih banyak pemimpin Papua yang andal. "Saat ini, Indonesia menerapkan demokrasi yang lebih terbuka dibandingkan dengan beberapa dekade lalu. Sekaranglah waktu yang tepat untuk belajar, belajar, dan belajar," ucapnya.

Sementara itu, dalam pernyataan sikap bersama, tujuh anggota DPR mengecam pertemuan kelompok Parlemen Internasional untuk Papua Barat di London, Inggris. Tujuh anggota DPR itu adalah enam dari Komisi I DPR, yaitu TB Hasanuddin, Mahfudz Siddik, Tantowi Yahya, Charles Honoris, Tuti Roosdiono, dan Irine Putri, serta Eva K Sundari dari Komisi XI.

Mereka menganggap pertemuan yang hasilnya mendesak adanya pengawasan internasional untuk kemerdekaan Papua tersebut merupakan cerminan perilaku kolonialisme. Sebab menurut hukum internasional, status Papua sebagai wilayah NKRI sudah final. Posisi tersebut juga sudah diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Mereka juga mengajak pendukung kelompok separatis Papua membuka mata terhadap cara-cara Presiden Joko Widodo dalam menyelesaikan persoalan di Papua.

"Presiden Jokowi memilih menggunakan pendekatan lunak untuk penyelesaian Papua, yakni cara-cara baru berbasis HAM," tutur Eva.

Seharusnya semua rakyat Papua bisa melihat upaya Presiden Jokowi meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan rakyat Papua. Salah satu buktinya adalah pembangunan ekonomi dan infrastruktur yang masif di Papua. Selama 1,5 tahun pemerintahan Jokowi, pertumbuhan ekonomi di kawasan Indonesia timur melebihi pertumbuhan kawasan Indonesia bagian barat.

Oleh karena itu, ketujuh anggota DPR tersebut mengharapkan masyarakat Papua tidak terprovokasi dengan gerakan Papua Merdeka. Begitu pula masyarakat internasional, diharapkan tidak terprovokasi dengan gerakan Papua Merdeka. (C04/C05/NTA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com