Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Jika Ketua BPK Tak Patuhi Undang-Undang, Bagaimana dengan Anak Buahnya?"

Kompas.com - 22/04/2016, 05:31 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko menyesalkan sikap Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Azis yang belum juga menyerahkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi sejak 2010.

Harry menyerahkan LHKPN terakhir kali saat masih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Sebagai seorang pemimpin, Ketua BPK sebaiknya mampu memberi contoh kepada publik bahwa dia sudah melaksanakan kewajiban hukumnya karena LHKPN merupakan mandat undang-undang," ujar Dadang saat ditemui Kompas.com, di kawasan Monumen Nasional, Kamis (21/4/2016) malam.

"Kalau pemimpinnya saja tidak mau mematuhi undang-undang, bagaimana dengan anak buahnya," ujarnya. (Baca: KPK: Ketua BPK Belum Serahkan LHKPN)

Saat ini LHKPN diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, serta UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi.

Lebih lanjut ia mengatakan, fenomena banyaknya pejabat publik yang enggan menyerahkan LHKPN terjadi karena saat ini KPK tidak memiliki instrumen hukum yang bisa memaksa dan memberi sanksi berat apabila tidak mematuhi ketentuan tersebut.

Selain itu, keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh KPK juga mempersulit upaya pemeriksaan pejabat publik yang belum mengumpulkan LHKPN.

"Seperti kita ketahui, sumber daya KPK sangat terbatas dan tidak ada alat untuk memaksa. Kalau orang tidak melapor atau tidak sesuai laporannya, KPK tidak bisa memaksa. Permasalahannya masih di situ," ucapnya.

Menurut Dadang, saat ini tidak ada instrumen yang bisa digunakan untuk memaksa pejabat publik menyerahkan LHKPN. Pun tidak ada sanksi apabila tidak menyerahkan.

Oleh karena itu, ia mengusulkan pemerintah dan DPR membuat mekanisme asset declaration. Mekanisme tersebut idealnya diatur dalam sebuah UU lengkap dengan penerapan sanksinya sebagai alat untuk menangkal korupsi.

"Mekanisme asset declaration bisa digunakan pemerintah untuk memberantas korupsi," kata Dadang.

Dadang menambahkan, di negara maju yang tingkat pemberantasan korupsinya bagus, mereka sudah  memiliki sistem untuk memastikan bahwa setiap pejabat publik mematuhi kewajiban LHKPN.

Jika tidak dipatuhi maka ada sanksi yang bisa dikenakan. Hal yang sama juga berlaku bagi pejabat yang LHKPN-nya tidak sesuai dengan kenyataannya.

Kompas TV Dirjen Pajak akan Klarifikasi Nama Harry
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jelaskan Kenapa Hak Angket Pemilu Belum Berjalan, Fraksi PKB Singgung soal Peran PDI-P

Jelaskan Kenapa Hak Angket Pemilu Belum Berjalan, Fraksi PKB Singgung soal Peran PDI-P

Nasional
 ARDITO- Kubu Prabowo Anggap Permintaan Diskualifikasi Gibran Tidak Relevan

ARDITO- Kubu Prabowo Anggap Permintaan Diskualifikasi Gibran Tidak Relevan

Nasional
Kubu Prabowo-Gibran Minta MK Putus Sengketa Pilpres 2024 yang Diajukan Anies dan Ganjar Cacat Formil

Kubu Prabowo-Gibran Minta MK Putus Sengketa Pilpres 2024 yang Diajukan Anies dan Ganjar Cacat Formil

Nasional
Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum yang Puja-puji Ketua KPU RI Hasyim Ay'ari

Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum yang Puja-puji Ketua KPU RI Hasyim Ay'ari

Nasional
Presiden Diminta Segera Atasi Kekosongan Jabatan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial

Presiden Diminta Segera Atasi Kekosongan Jabatan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial

Nasional
UU DKJ Disahkan, Jakarta Tak Lagi Sandang 'DKI'

UU DKJ Disahkan, Jakarta Tak Lagi Sandang "DKI"

Nasional
Bos Freeport Ajukan Perpanjangan Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga hingga Desember 2024

Bos Freeport Ajukan Perpanjangan Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga hingga Desember 2024

Nasional
Puan Sebut Antarfraksi di DPR Sepakat Jalankan UU MD3 yang Ada Saat Ini

Puan Sebut Antarfraksi di DPR Sepakat Jalankan UU MD3 yang Ada Saat Ini

Nasional
Puan: Belum Ada Pergerakan soal Hak Angket Kecurangan Pilpres 2024 di DPR

Puan: Belum Ada Pergerakan soal Hak Angket Kecurangan Pilpres 2024 di DPR

Nasional
Beri Keterangan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Diskualifikasi dan Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis

Beri Keterangan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Diskualifikasi dan Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis

Nasional
Bantuan Sosial Jelang Pilkada 2024

Bantuan Sosial Jelang Pilkada 2024

Nasional
KPU Klaim Pelanggaran Etik Hasyim Asy'ari Tak Lebih Banyak dari Ketua KPU Periode Sebelumnya

KPU Klaim Pelanggaran Etik Hasyim Asy'ari Tak Lebih Banyak dari Ketua KPU Periode Sebelumnya

Nasional
Bos Freeport Wanti-wanti RI Bisa Rugi Rp 30 Triliun jika Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga Tak Dilanjut

Bos Freeport Wanti-wanti RI Bisa Rugi Rp 30 Triliun jika Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga Tak Dilanjut

Nasional
Sidang Sengketa Pilpres, KPU 'Angkat Tangan' soal Nepotisme Jokowi yang Diungkap Ganjar-Mahfud

Sidang Sengketa Pilpres, KPU "Angkat Tangan" soal Nepotisme Jokowi yang Diungkap Ganjar-Mahfud

Nasional
KPU Anggap Ganjar-Mahfud Salah Alamat Minta MK Usut Kecurangan TSM

KPU Anggap Ganjar-Mahfud Salah Alamat Minta MK Usut Kecurangan TSM

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com