Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Penyelamatan WNI yang Disandera, Filipina Diminta Tak Menutup Diri

Kompas.com - 19/04/2016, 12:54 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Hidayat Nur Wahid menuturkan, Filipina seharusnya tak menutup diri untuk menerima militer Indonesia dalam upaya penyelamatan warga negara Indonesia yang disandera.

Menurut dia, persoalan penyanderaan sejumlah warga negara Indonesia di Filipina bukan hanya masalah Indonesia, Filipina dan Malaysia, tetapi menjadi fokus Asean.

Negara-negara Asean, kata Hidayat, seharusnya bekerjasama dalam menyelesaikan masalah tersebut. (baca: Menhan: Tebusan Satu Sandera Italia Rp 8 Miliar, WNI Rp 1,5 Miliar)

"Ini adalah Asean. Mestinya Indonesia juga bisa meyakinkan Filipina bahwa Indonesia punya kemampuan untuk menyelesaikan itu dan kita adalah Asean," kata Hidayat di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (19/4/2016).

Menurut dia, jika militer Indonesia turut serta dalam upaya penyelamatan tersebut, Filipina seharusnya tak mengartikannya sebagai bentuk intervensi kedaulatan negara, melainkan sebagai bagian dari komitmen bersama sebagai anggota Asean.

Namun, ia sepakat dengan keputusan pemerintah Indonesia untuk tidak mau tunduk kepada perompak dengan memberikan uang tebusan. (baca: Tolak Ditekan, Menhan Sebut Pemerintah Tak Akan Bayar Tebusan)

Jika pemberian uang tebusan dibiasakan, menurut Hidayat, justru akan merendahkan martabat Indonesia.

Lebih dari itu, Hidayat mengingatkan kepada kelompok yang mengatasnamakan kelompok Abu Sayyaf tersebut untuk tak menyandera orang-orang yang tidak bersalah. Terlebih mereka mengatasnamakan kelompoknya membawa ideologi Islam.

Padahal, ia menambahkan, mereka yang disandera merupakan pekerja miskin yang bekerja ke Filipina karena posisi ekonominya sulit.

Hidayat pun meminta agar mereka segera melepaskan sandera-sandera tersebut. (baca: Ali Fauzi: Kelompok Abu Sayyaf Biasa Tahan Sandera Lebih dari 6 Bulan)

"Malah dijadikan sarana untuk cari duit. Secara Islam itu sangat tidak dibenarkan," tutur Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu.

Kompas TV Ini Cerita Salah Satu Keluarga Korban Sandera
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com