JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Kejaksaan menyebut ada banyak titik rawan korupsi yang dimanfaatkan tersangka atau terdakwa untuk meloloskan diri dari jeratan hukum.
Titik-titik tersebut bisa dideteksi sejak dimulainya penyelidikan hingga proses penuntutan.
Contohnya, dalam kasus tangkap tangan pejabat PT Brantas Abipraya yang menyeret Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
PT BA hendak menyuap Kejati DKI Jakarta untuk menghentikan penyelidikan yang tengah diusut. Begitu pun di tingkat penyidikan, ada juga yang memanfaatkan celah agar kasusnya dipetieskan.
Komisioner Komisi Kejaksaan Indro Sugianto menyebut, tersangka juga memanfaatkan celah untuk mencoba mempengaruhi jaksa penuntut umum di pengadilan.
"Mulai dari penyusunan dakwaan. Dakwaan itu kan isinya uraian fakta hukum, yang akan menentukan setelahnya (saat sidang)," kata Indro saat dihubungi, Rabu (13/4/2016).
Kemudian, keputusan untuk.melakukan penahanan juga rawan terjadi suap. Tersangka atau terdakwa yang dianggap layak ditahan, akan menyuap jaksa untuk tidak membuat surat penetapan itu.
Indro mengatakan, penuntutan oleh jaksa juga berpotensi dipengaruhi oleh terdakwa.
Contohnya baru terjadi beberapa waktu lalu. Dua jaksa Kejati Jawa Barat ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi lantaran menerima suap dari terdakwa.
Suap tersebut dimaksudkan agar jaksa meringankan tuntutan.
"Ini yang juga sering terjadi. Untuk menyatakan tingkat hukuman berapa," kata Indro.
Terakhir, kerawanan ada dalam proses pengembalian kerugian negara dan penyitaan aset.
Indro menyayangkan masih adanya celah itu. Padahal, kata Indro, jaksa sudah memiliki standar operasional sendiri untuk menangani perkara mulai dari penyelidikan hingga penuntutan.
Namun, diakui Indro, pengawasan terhadap SOP itu yang masih lemah.
"Semestinya melibatkan masyarakat juga untuk tahu SOP sehingga tahu kerjanya jaksa kayak apa. Jadi tahu ada masalah apa," kata Indro.
Kasus tangkap tangan jaksa itu bisa menjadi koreksi untuk kejaksaan ke depan dari segi pengawasan.
Selain itu, kejaksaan juga diminta memperkuat akses informaai terhadap tata kerja formal dalam menangani perkara. Ketika pengawasan lemah, di situ lah muncul titik rawan korupsi.
Indro meminta agar jaksa yang terjerat korupsi dihukum yang pantas karena tak hanya mencoreng nama pribadi, tapi juga instansi tempatnya bekerja.
"Jaksa yang tidak terpuji mungkin ada, tapi yg berprestasi jauh lebih banyak. Kalau ada jaksa melakukan hal tidak terpuji harus diambil tindakan supaya tidak mencoreng jaksa yang baik yang jumlahnya lebih banyak," ujar Indro.