Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Taksi "Online", Antara Kebutuhan Perut dan Tuntutan Perubahan

Kompas.com - 23/03/2016, 08:11 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ribuan sopir taksi konvensional yang tergabung dalam Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat (PPAD) dan Forum Komunikasi Masyarakat Penyelenggara Angkutan Umum (FK-MPAU) melakukan demonstrasi besar-besaran di Jakarta, Selasa (22/3/2016).

Mereka menuntut penutupan perusahaan penyedia jasa transportasi online yang masih bebas beroperasi. Para sopir juga meminta Kemenkominfo untuk membekukan operasi perusahaan angkutan yang menggunakan kendaraan berpelat hitam, seperti Uber dan Grab.

Unjuk rasa tersebut menimbulkan kemacetan di beberapa titik di Jakarta. Sayangnya, demonstrasi tersebut harus diwarnai dengan sejumlah aksi kekerasan yang menjalar menjadi aksi saling serang antara pengemudi taksi dengan pengendara Go-Jek.

(Baca: Mereka yang Gagap Menghadapi Perubahan)

Ironis rasanya melihat antar sopir yang sama-sama bekerja menafkahi keluarganya itu saling menyerang. Mereka tak lagi melihat bahwa kepentingan yang mereka bawa sebenarnya sama, yakni berjuang untuk perut mereka dan keluarga. Tak ada yang lain.

Ketimpangan pendapatan rupanya menjadi pemicu yang cukup kuat untuk meledakkan emosi para sopir taksi konvensional. Pemerintah diminta bersikap, tidak bisa lagi membiarkan masalah ini mengambang yang semakin membuat para sopir menjerit.

Perkembangan teknologi dan konsep sharing economy yang kini mulai menjangkiti generasi milenial tidak bisa lagi dielakan. Namun, tetap saja perkembangan zaman ini membutuhkan regulasi yang mampu mencerminkan kondisi terkini.

Segera revisi UU dan batas tarif

Peneliti kebijakan dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Muhammad Faiz Aziz, menyayangkan terjadinya demonstrasi yang dilakukan oleh supir taksi konvensional tersebut.

Menurut Faiz, pemerintah harus segera mengambil tindakan dengan membuat regulasi yang dapat mengikat perusahaan aplikasi transportasi, penyedia jasa angkutan berbasis aplikasi, dan konsumen.

(Baca: Polisi Tetapkan Satu Tersangka Terkait Aksi "Sweeping" Transportasi)

Langkah yang bisa diambil adalah segera merevisi UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan. Revisi itu harus memasukan pengaturan transportasi publik berbasis aplikasi dalam regulasi.

"Pemerintah seharusnya mengatur transportasi berbasis aplikasi. Kalau tidak akan selalu terjadi pertemuan konflik antardua kepentingan," ujar Faiz ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (22/3/2016).

Halaman:


Terkini Lainnya

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Nasional
MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

Nasional
Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Nasional
Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

Nasional
Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

Nasional
Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Nasional
Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Nasional
Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Nasional
Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com