Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terima Maarif Fellowship, Mahasiswi UGM Teliti Hubungan Pembangunan dan Gerakan Radikal di Yogyakarta

Kompas.com - 16/03/2016, 15:25 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penelitian yang dilakukan mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gajah Mada Tadzkia Nurshafira menemukan bahwa pembangunan yang pesat dan dan modernitas menjadi faktor yang menyebabkan menguatnya gerakan ektrimisme di perkotaan.

Ia melakukan penelitian di Yogyakarta pada Oktober 2015 hingga Januari 2016. Yogyakarta dipilih karena Tadzkia menilai, ada penurunan tingkat toleransi beragama di kota tersebut.

Pada penelitian yang didukung oleh Maarif Fellowship itu, Tadzkia berpendapat bahwa munculnya gerakan-gerakan radikal berbasis keagamaan juga ditimbulkan karena laju pembangunan tidak menyentuh masyarakat.

Pada tahun 2009 dan 2011, Yogyakarta mendapatkan predikat kota nyaman untuk ditinggali dari Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia.

Namun, sejak tahun 2012 mulai masif pembangunan mal, apartemen, dan hotel.

Dalam kurun waktu 2007-2014, Pemerintah Yogyakarta memang menitikberatkan pembangunan pada sektor pariwisata.

Pembangunan ini untuk mendukung keberlanjutan pembangunan pariwisata.

Pada tahun 2014, ada 71 hotel berbintang dan 1.067 hotel kelas melati. Jumlah wisatawan pun terus meningkat.

Tercatat, pada tahun 2014, ada 3 juta wisatawan domestik maupun luar negeri yang datang ke Yogyakarta.

Akibat dari pembangunan yang massif itu, Yogyakarta mengalami krisis air bersih, kerusakan lingkungan, kemacetan, ketimpangan ekonomi, dan ketersediaan rumah layak huni bagi masyarakat juga kurang.

"Jumlah pembangunan hotel berbintang hanya terpusat di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman," ujar Tadzkia saat mempresentasikan hasil penelitiannnya bertajuk 'Yogyakara Berhenti Nyaman: Menggugat Pembangunan Ekonomi atas Eksistensi Gerakan Islam Radikal' di Universitas Paramadina, Jakarta, Rabu (16/3/2016).

Pada saat yang sama, lanjut dia, kasus-kasus intoleransi berbasis keagamaan juga meningkat, seperti demonstrasi pembubaran kegiatan kelompok minoritas.

Menurut Tadzkia, pembangunan yang berdampak buruk juga menyebabkan keresahan kelompok masyarakat.

Hal ini menjadikan agama sebagai sarana untuk melawan kondisi yang tidak adil tersebut.

Berdasarkan wawancara yang dilakukannya, kata Tadzkia, Dewan Syuro dari Front Jihad Islam, Ustad Haris, mengatakan, pembangunan telah menggusur rakyat kecil yang sebenarnya adalah aset.

Menurut dia, peredaran minum keras dan perbuatan maksiat menjamur di Yogyakarta.

Sementara itu, Ketua FJI Abdurrahman memandang bahwa pembangunan tidak merepresentasikan kepentingan masyarakat, tetapi membawa dampak buruk dan menjauhkan masyarakat dari norma agama.

Masyarakat tidak pernah dilibatkan dalam pembanguanan.

"Karena itu ada jurang antara kelompok mereka dengan pemerintah dan kota mereka sendiri," kata Tadzkia.

Hal Inilah yang membuat mereka bergerak dengan bermuara pada gerakan ekstrimisme keagamaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com