Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohamad Burhanudin
Pemerhati Kebijakan Lingkungan

Penulis lepas; Environmental Specialist Yayasan KEHATI

Intoleransi, Setan yang Tak Sendirian

Kompas.com - 14/03/2016, 15:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Kapitalisme agama di ruang publik

Dalam satu dekade terakhir, ruang publik kita dikuasai oleh dua kekuatan fundamentalis utama, yaitu fundamentalisme agama dan fundamentalisme pasar. Kontestasi keduanya sangat mengemuka.

Walaupun keduanya bermain dalam tatanan simbolis yang berbeda, namun mereka mempunya sasaran yang sama yang hendak direbut, yaitu khalayak atau orang banyak.

Maka tidak heran, dalam beberapa waktu terakhir, ruang publik, terutama di dunia maya (media sosial), pertautan keduanya menjadi dominan.

Seiring dengan itu, ada kecenderungan menarik di Indonesia seiring berjalannya demokratisasi, yakni menguatnya islamisasi, sebuah kultur keislaman baru yang salah satunya ditandai dengan peningkatan kesadaran membawa simbol-simbol Islam dalam ranah publik, termasuk ke bidang-bidang yang sesungguhnya sekuler bahkan kapitalistik.

Sebuah kultur baru yang sangat tak terbayangkan sebelumnya, di mana syariat yang pada dasarnya puritan, bertemu dengan modernitas yang kapitalistik dan konsumtif.

Singkatnya, cara pandang keagamaannya puritan, namun mesra dengan produk-produk kapitalis. Merujuk kepada pandangan Asep Bayat, Ariel Heryanto, dalam bukunya berjudul  Identitas dan Kenikmatan: Politik Budaya Layar Indonesia, menyebut fenomena ini sebagai post-islamisme.

Di satu sisi, fenomena post-islamisme ini positif karena memberikan ruang bagi  sikap kosmopolitan Islam  terhadap modernitas.

Tetapi, hal tersebut pada kenyataannya tak serta merta menyingkarkan puritanisme dalam beragama. Mereka bisa saja menjadi moderat dalam bersyariat, namun puritan saat dihadapkan dengan perbedaan.

Tidak menolak formalisme agama, tapi tiba-tiba dapat menjadi nasionalis kaku saat berhadapan dengan isu-isu tertentu, misalnya dalam tarung wacana peristiwa seputar 1965.

Pada suatu waktu mereka bisa memuja Erdogan, tapi pada saat yang sama bisa terlihat khusyuk dengan UUD 1945 kala terpojok dengan isu-isu hak asasi manusia.

Pada suatu ketika mereka bisa memandang pancasila itu produk sekuler dan kafir, tapi saat lainnya bisa menjadi sangat pancasilais ketika bentrok dengan kelompok yang mereka pandang komunis.  

Cara bersikap yang cenderung ambigu sekaligus tetap mewarisi puritanisme ini kerap membawa kelompok besar yang berada dalam gerbong kultur keislaman baru ini bersitegang dengan kultur keislaman yang lain, terutama islam liberal, islam kiri, serta juga dengan kelompok sekuler.

Selain itu, tren kultur keislaman baru yang meluas serta menjadi bagian budaya populer ini kemudian dalam praktiknya lebih banyak dimanfaatkan kekuatan kapitalis, baik lokal maupun internasional untuk mendapatkan khalayak Islam yang sangat besar itu sebagai pasar mereka.

Contohnya produk-produk kecantikan, busana muslim, dan segala pernak-pernik aksesoris keislaman, bisnis marketing berantai, hingga paket perjalanan umrah.

Pelaku-pelaku pasar kerap memanfaatkan pandangan tertentu dalam Islam untuk kepentingan pasar produk-produk mereka. Situasi ini rawan berbenturan dengan pandangan Islam lain, yang memang sangat beragam.

Salah satu contohnya adalah mengenai perselisihan tajam di ruang publik mengenai perlu tidaknya label halal untuk produk-produk busana muslim.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Nasdem Akui Koalisi Perubahan Kini Terkesan Tidak Solid, Mengapa?

Nasdem Akui Koalisi Perubahan Kini Terkesan Tidak Solid, Mengapa?

Nasional
Nasdem: MK Muara Terakhir Sengketa Pilpres, Semua Pihak Harus Ikhlas

Nasdem: MK Muara Terakhir Sengketa Pilpres, Semua Pihak Harus Ikhlas

Nasional
Anies dan Muhaimin Berencana Hadiri Putusan Sengketa Pilpres di MK

Anies dan Muhaimin Berencana Hadiri Putusan Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Anies Minta Massa yang Unjuk Rasa di MK Tertib dan Damai

Anies Minta Massa yang Unjuk Rasa di MK Tertib dan Damai

Nasional
Dampak Erupsi Gunung Ruang Meluas, Kini 10 Desa Terdampak

Dampak Erupsi Gunung Ruang Meluas, Kini 10 Desa Terdampak

Nasional
Siap Terima Putusan MK, Anies: Seperti Sepak Bola, Kemungkinan Menang atau Tidak

Siap Terima Putusan MK, Anies: Seperti Sepak Bola, Kemungkinan Menang atau Tidak

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Bela Gibran, Yusril Incar Jabatan?

GASPOL! Hari Ini: Bela Gibran, Yusril Incar Jabatan?

Nasional
Jokowi dan Ma'ruf Amin jadi Saksi Nikah Putri Bamsoet

Jokowi dan Ma'ruf Amin jadi Saksi Nikah Putri Bamsoet

Nasional
Muhaimin Sebut Kader PKB Mulai Pendekatan ke Sejumlah Tokoh untuk Pilkada 2024

Muhaimin Sebut Kader PKB Mulai Pendekatan ke Sejumlah Tokoh untuk Pilkada 2024

Nasional
Soal Pilkada Sumut, Muhaimin Bilang Belum Ada yang Mendaftar ke PKB

Soal Pilkada Sumut, Muhaimin Bilang Belum Ada yang Mendaftar ke PKB

Nasional
PKB Belum Tentukan Kandidat untuk Pilkada DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur

PKB Belum Tentukan Kandidat untuk Pilkada DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur

Nasional
Dirut Jasa Raharja Hadiri Penutupan Posko Angkutan Mudik Lebaran Terpadu oleh Menhub 

Dirut Jasa Raharja Hadiri Penutupan Posko Angkutan Mudik Lebaran Terpadu oleh Menhub 

Nasional
Sambangi Kediaman Muhaimin Menjelang Putusan MK, Anies: Ini Tradisi Lebaran...

Sambangi Kediaman Muhaimin Menjelang Putusan MK, Anies: Ini Tradisi Lebaran...

Nasional
Muhaimin Belum Punya Rencana Bertemu Prabowo Setelah Putusan MK

Muhaimin Belum Punya Rencana Bertemu Prabowo Setelah Putusan MK

Nasional
Muhaimin Bilang Anies Belum Punya Niat Kembali Berkontestasi di Pilkada 2024

Muhaimin Bilang Anies Belum Punya Niat Kembali Berkontestasi di Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com