Selama ini, kata Saldi, penyadapan menjadi senjata ampuh KPK. Jika penyadapan tiba-tiba diatur dan dibatasi, maka KPK akan kehilangan karakteristiknya sebagai institusi yang diberikan status extraordinary dalam pemberantasan korupsi.
"KPK tidak akan semudah hari ini menangkap orang-orang yang suka memperdagangkan kekuasaan. Kalau harus ada izin, kami juga khawatir itu jadi lokus baru untuk melakukan korupsi. Sebelum ada lokus baru, itu harus dihentikan," kata Saldi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/3/2016).
(Baca: Revisi UU KPK Ditunda, Pemerintah Ditunggu Lakukan Sosialisasi Nyata)
Adapun terkait keberadaan dewan pengawas tersebut, lanjut dia, maka akan ada tiga unsur penting di internal KPK di luar komisioner dan dewan pengawas. Hal tersebut menurutnya akan semakin menghambat pekerjaan KPK.
Keberadaan dewan pengawas juga dianggap tak relevan, sekalipun dengan alasan sebagai bagian dari check and balance.
"Ini keliru. KPK check and balance-nya di pengadilan. Bukan ada institusi lain yang dimasukkan ke KPK," tutur Saldi.
(Baca: Tarik Ulur Revisi UU KPK, dari Era SBY hingga Jokowi...)
Padahal, Saldi menambahkan, DPR memiliki 40 revisi UU yang masuk ke daftar Prolegnas 2016 termasuk UU KPK. Karena itu, DPR diharapkan fokus kepada 39 RUU lainnya ketimbang menghabiskan tenaga dan waktu untuk mengurusi UU lainnya.
Dengan meninggalkan kerumitan pembahasan revisi UU KPK, DPR dan pemerintah bisa lebih meningkatkan produktivitasnya dalam menghasilkan UU.
"Sudah lah. Sekarang tinggalkan yang menimbulkan kontroversi ini. DPR dan pemerintah konsentrasi menyelesaikan yang 39 lain," imbuhnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.