Tak hanya beribadah, sebagian menjadikan Istiqlal sebagai tempat singgah dan berkontemplasi.
Itu yang dilakukan Edi. Pria paruh baya itu terlihat duduk santai bersandar pada salah satu siang masjid. Saat itu, Jumat siang. Ia mengisi waktu setelah menunaikan ibadah shalat Jumat.
"Ke sini ya karena ingin saja. Enggak setiap hari juga," ujar pria asal Yogyakarta yang tinggal di daerah Kemayoran tersebut.
Ketenangan ditemukannya di masjid yang diresmikan pada 22 Februari 1978 itu.
Istiqlal juga menjadi salah satu objek wisata di Ibu Kota. Pesonanya bahkan juga menarik banyak perhatian wisatawan mancanegara.
Salah satunya Valentin. Turis asal Perancis ini bersama tiga temannya mengunjungi Istiqlal, yang merupakan masjid terbesar ketiga di dunia.
"Saya mencoba mengunjungi sebanyak-banyaknya tempat agar bisa punya pandangan yang luas terhadap dunia," kata Valentin, yang baru kali pertamanya mengunjungi Jakarta.
Mencari rezeki di Istiqlal
Istiqlal juga menjadi penyambung hidup bagi mereka yang menjadikannya sebagai lahan mencari rezeki. Di pintu masuk masjid, berderet rapi para pedagang makanan dan minuman.
Saat hendak memasuki masjid, pengunjung juga diserbu para penjaja kantung plastik. Kantung-kantung plastik tersebut ditawarkan kepada pengunjung untuk menyimpan alas kaki.
Para pencari rezeki juga berada di area dalam masjid. Sebut saja para ibu yang menyewakan mukena, tukang pijit, hingga kelompok yang menawarkan jasa konsultasi atau tempat curhat bagi para pengunjung.
Seperti yang dilakukan Siti Kholifah. Perempuan asal Bekasi ini mengaku rutin mengunjungi Istiqlal bersama kelompoknya sekali atau dua kali sebulan.
Ia dan rekan-rekannya menghampiri pengunjung kemudian memberikan secarik kertas yang berisi informasi penawaran untuk membantu orang-orang yang punya penyakit hati serta penyakit medis maupun non-medis.
"Doa Anda ingin terkabul hubungi kami. Semoga Anda menjadi orang yang terpilih untuk mendapatkan hidayah-Nya," demikian penggalan kalimat dalam kertas tersebut.