Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Ingin Aturan Penahanan Sementara Terduga Teroris Lebih Longgar

Kompas.com - 19/01/2016, 18:07 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa rencana revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme adalah untuk meningkatkan pencegahan terjadinya aksi terorisme.

Saat ini, substansi revisi masih dibahas. Namun, salah satunya dimungkinkan penangkapan pada orang yang diduga akan melakukan aksi terorisme.

"Intinya memberi kewenangan untuk Preemptive," kata Luhut di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (19/1/2016).

Luhut menuturkan, dengan kewenangan pencegahan itu, kepolisian atau aparat hukum lainnya dapat melakukan penahanan sementara orang-orang yang diduga akan melakukan aksi teror.

Saat ini, penahanan hanya bisa dilakukan jika memiliki bukti permulaan. Adapun durasi penahanan sementara itu, kata Luhut, masih dibahas mendalam. (Baca: MUI Tolak jika Revisi UU Anti-terorisme untuk Aksi Represif)

Usulan yang mencuat mengenai waktu penahanan sementara itu adalah selama satu sampai dua pekan.

"Untuk pemeriksaan, penahanan sementara bisa seminggu atau dua minggu kemudian dilepas (jika tak terbukti)," ungkapnya.

Menurut Luhut, wacana ini muncul dengan mempelajari sistem pemberantasan terorisme yang berlaku di Malaysia dan Singapura. (Baca: Kapolri Minta UU Terorisme Direvisi)

Penahanan sementara itu ia pastikan harus memiliki alasan yang terukur dan tidak melanggar hak asasi manusia.

"Tentu ada kriterianya, ngapain kita nangkap orang yang tidak bersalah. Ada informasi, kita tangkap, cross check dengan polisi," ujarnya. (Baca: Menhan Setuju Revisi UU Terorisme, asalkan...)

Ia berharap rencana revisi UU Anti-terorisme masuk program legislasi nasional DPR tahun 2016. Mencuat juga wacana menerbitkan peraturan pemerintah penganti undang-undang (perppu) terkait UU Anti-terorisme.

"Semua sudut kita pertimbangkan daripada lebih banyak korban terhadap kemungkinan tindakan-tindakan kekerasan, lebih baik satu dua yang kita katakanlah (terduga) tindak terorisme," kata Luhut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com