Meski demikian, masih ada sejumlah catatan terkait nama-nama yang terpilih, salah satunya soal independensi kelembagaan.
"Saya kira kami juga sama, mengkhawatirkan mereka yang telah terpilih. Mengkhawatirkan karena kami melihat ada calon yang diragukan independensi, kapabilitas dan keberpihakannya," ujar Direktur Advokasi Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada Oce Madril kepada Kompas.com, Jumat (18/12/2015).
Menurut Oce, keberpihakan tersebut dipengaruhi latar belakang lembaga masing-masing pimpinan terpilih KPK.
Misalnya, calon yang sebelumnya bertugas di Kepolisian, lembaga intelijen, dan lembaga kehakiman.
Ia mengatakan, kekhawatiran tentang latar belakang para calon ini semakin menguat selama proses seleksi oleh Panitia Seleksi, dan fit and proper test di DPR.
Jawaban para calon pimpinan saat dinyatakan soal indendensi dinilai belum tegas, sehingga terkesan masih berpihak pada lembaga sebelumnya.
"Misalnya Alex Marwata yang paling sering dissenting opinion terhadap kasus korupsi. Ke depan, kalau cara pandangnya seperti itu, apa dia cocok memberantas korupsi? Ini juga tantangan untuk Basaria, berani enggak dia memberantas korupsi di Kepolisian?" kata Oce.
Anggota Komisi III DPR melakukan voting setelah upaya musyawarah mufakat tidak tercapai. Voting diikuti oleh 54 anggota komisi bidang hukum itu dari lintas fraksi.
Hasilnya, lima calon pimpinan KPK mendapat suara terbanyak, yakni Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintahan Agus Rahardjo, Widyaiswara Madya Sespimti Polri Brigjen (Pol) Basaria Panjaitan, Hakim Ad Hoc Tipikor PN Jakarta Pusat Alexander Marwata, akademisi Universitas Hasanuddin Laode Muhammad Syarif, dan Staf Ahli Kepala BIN Saut Situmorang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.