"Saya mencurigai, justru skenario menutup persidangan terhadap Novanto adalah bagian dari skenario untuk menghilangkan tekanan publik untuk bisa memanggil paksa Riza Chalid," ujar Sebastian di kantor PGI, Jalan Salemba Raya, Jakarta, Jumat (11/12/2015).
Sebastian menuturkan, publik saat ini sudah muak dan tidak percaya lagi terhadap proses di MKD. Menurut dia, publik juga sudah mulai lupa bahwa Riza wajib memberikan keterangannya secara terbuka.
Dengan begitu, Riza Chalid seolah tak tersentuh dalam pusaran kasus ini. (Baca: Jusuf Kalla: Setya Novanto Boleh Saja Laporkan Sudirman Said, Namanya Juga Usaha)
"Bayangkan kalau pada saat itu Pak Novanto menyampaikan keterangannya secara terbuka. Mungkin, yang terjadi hari ini, semua orang akan beramai-ramai mendesak untuk menemukan Riza Chalid ada di mana, dan memaksa supaya dia hadir dalam sidang MKD," kata Sebastian.
Ia menambahkan, MKD juga seharusnya malu karena Kejaksaan Agung meminjamkan rekaman asli percakapan pertemuan Setya Novanto, Riza, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.
"Menurut saya, itu harga yang harus mereka terima juga," tutur Sebastian. (Baca: Junimart: Novanto Langgar Kode Etik, Tinggal Bobotnya Ringan, Sedang, atau Berat)
Sidang pemeriksaan Ketua DPR RI Setya Novanto di MKD pada Senin (7/12/2015) lalu dilaksanakan secara tertutup.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar versi Munas Bali itu meminta pemeriksaannya berlangsung tertutup karena hendak menyampaikan hal yang sensitif dan bersifat rahasia. (Baca: Ada Perbincangan di Internal Golkar Mengenai Pengganti jika Setya Dicopot)
Namun, di dalam sidang tertutup itu, ternyata dia hanya membacakan nota pembelaan yang pada intinya membantah semua laporan Sudirman Said tanpa menyerahkan alat bukti apa pun.
Politisi Partai Golkar ini juga menolak menjawab pertanyaan soal isi rekaman pertemuan pada 8 Juni 2015 dengan pengusaha minyak Riza Chalid dan Maroef Sjamsoeddin.