Aturan pidana korporasi dimuat dalam Buku I Rancangan KUHP Pasal 49 hingga 51.
Menurut Supriyadi, seharusnya aturan tersebut sudah lama dibahas karena belum ada jenis pemidanaan khusus bagi korporasi jika melakukan tindak pidana.
"Sebagai contoh, (koorporasi) lingkungan hidup paling banyak. Pencemaran, pembakaran hutan. Itu juga ada aspek tindak pidana korporasi. Tapi kan yang disalahkan bukan korporasinya, tetapi pelaku lapangan," ujar Supriyadi, seusai diskusi, di Jakarta Pusat, Kamis (26/11/2015).
Ia menilai, belum ada aturan yang tegas tentang tindak pidana korporasi, sehingga selama ini gugatan dilayangkan di ranah perdata.
"Kenapa mereka gugat perdata? Karena secara pidana tidak mungkin dilakukan. Belum ada pengaturan sangat jeli tentang tindak pidana korporasi sehingga pakai jalur perdata," kata dia.
Selain itu, aturan mengenai tindak pidana korporasi, menurut Supriyadi, juga bisa diberlakukan bagi korporasi lain, termasuk perbankan.
"Bisa saja (bank). Tapi kan selama ini enggak pernah. Yang kena individu-individu saja, perusahaan enggak," ujar Supriyadi.
"Makanya ini dipaksa oleh pakar hukum agar masuk ke dalam KUHP dan jadi panduan bagi semua tindak pidana korporasi," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.