JAKARTA, KOMPAS.com — Sikap Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dinilai lucu terkait penundaan menggulirkan perkara Ketua DPR RI Setya Novanto ke persidangan. MKD diminta tidak mencari-cari alasan untuk menghambat pengusutan laporan Menteri ESDM Sudirman Said.
MKD dianggap bisa mengusut kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Jusuf Kalla itu tanpa ada laporan.
"MKD ini ada-ada saja alasannya. Seharusnya, dengan atau tanpa pengadu, MKD sudah dapat memeriksa dugaan pelanggaran kode etik Setya Novanto," ujar peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Mico Susanto Ginting, di Jakarta, Selasa (24/11/2015).
Merujuk pada Pasal 5 ayat (1) Peraturan DPR RI Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI, memang tidak ada aturan laporan yang berasal dari lembaga tinggi atau kementerian.
Dalam laporan, Sudirman menggunakan kop surat Kementerian ESDM. (Baca: Dukungan KMP untuk Setya Novanto Bikin MKD "Masuk Angin"?)
Meski demikian, Mico berpendapat bahwa ada kata "dapat" di dalam pasal tersebut. Kata itu, menurut Mico, digunakan untuk menyatakan sifat diskresioner MKD sendiri.
Beda soal jika kata tersebut diganti dengan "wajib" atau "harus". (Baca: "Publik Kini Pesimistis, Kasus Setya Novanto Antiklimaks")
"Oleh karena itu, MKD tidak perlu merasa kehilangan acuan ketentuan. MKD itu punya diskresi kok untuk menentukan kriteria soal identitas pengadu," ujar Mico.
Selain itu, MKD, lanjut Mico, sebenarnya bisa menempatkan dugaan pelanggaran kode etik Novanto dalam kategori tindakan yang tidak memerlukan syarat pengaduan.
Sebab, dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b Peraturan DPR RI Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI, diatur hal itu.
Pasal itu berbunyi, "Perkara tanpa pengaduan merupakan pelanggaran yang dilakukan oleh anggota yang berupa: pelanggaran terhadap undang-undang yang mengatur mengenai Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan perwakilan Rakyat Daerah, serta peraturan DPR yang mengatur mengenai tata tertib dan Kode Etik yang menjadi perhatian publik."
"Apakah kasus dugaan pelanggaran kode etik Setya Novanto ini belum menjadi perhatian publik? Buktinya sudah ada petisi masyarakat yang masif dan terus mendorong dilanjutkannya kasus ini," ujar Mico. (Baca: Petisi Online "Pecat Ketua DPR" Kumpulkan 58.000 Pendukung)
PSHK, lanjut Mico, mendesak MKD segera melanjutkan proses pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik Setya Novanto secara terbuka dan akuntabel.
Seperti dikutip Kompas, rapat MKD kemarin menjadwalkan untuk melihat hasil verifikasi tim ahli MKD terkait bukti dari pengaduan Sudirman sekaligus menentukan apakah MKD bisa menggelar persidangan dengan alat bukti tersebut.
Namun, rapat diputuskan ditunda karena ada ketidaksepahaman di antara peserta rapat tentang barang bukti yang diserahkan Sudirman. (Baca: Setya Novanto: Saya Tidak Bersalah, Dizalimi, Tahu-tahu Ada Penyadapan)