"Sebetulnya sudah disebutkan bahwa ada banyak orang dan instansi yang terlibat di sana seperti kepolisian, Perhutani, DPRD Lumajang. Tapi sampai hari ini tidak berhasil diseret ke meja pengadilan oleh anggota polisi," kata Ananto dalam konferensi pers di kantor LBH Jakarta, Senin (9/11/2015).
Menurut dia, dari 32 orang yang berhasil diseret tersebut, hanya satu yang merupakan bagian dari otak atau aktor utama kasus Lumajang.
"Tapi masih otak yang kecilnya, kepala desa," tambah dia. (Baca: Preman Tambang Lumajang Sebar SMS Teror )
Selain itu, Ananto menambahkan, berdasarkan informasi dari rekan Salim Kancil yang juga korban intimidasi, yaitu Tosan, yang tertangkap hanyalah pelaku lapangan atau yang sering disebut Tim 12.
Sedangkan jumlah pelaku, menurut Tosan, lebih dari 32 orang bahkan bisa mencapai 50 orang. (Baca: Polisi Usut Kemungkinan Bupati Lumajang Terkait Tambang Pasir Ilegal )
"Kepala Desa bahkan menyebutkan bahwa banyak aparat yang terlibat. Namun tidak diseret sama polisi hingga hari ini," ungkap Ananto.
Ia menambahkan, kepolisian juga gagal dalam menerapkan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Di dalam aturab itu, kepolisian seharusnya memberi perlindungan terhadap saksi. (Baca: Pengeroyok dan Pembunuh Salim Kancil Berjumlah 24 Orang )
"Dalam hal ini Abdul Hamid yang pada tanggal 31 Oktober kemarin mendapat ancaman. Berlanjut ke tanggal 5 November dimana tiga orang jurnalis mendapatkan ancaman juga," tutur Ananto. (Baca: AJI: Ancaman Pembunuhan Jurnalis di Lumajang Persoalan Serius )