"Bukan, tujuannya bukan untuk itu. Bisa-bisa orang saja mengartikan seperti itu, tapi tidak begitu," ujar Anton, di Kompleks Mabes Polri, Senin (2/11/2015).
Surat edaran yang ditandatangani pada 8 Oktober 2015 tersebut, lanjut Anton, didasarkan pada banyaknya konflik horizontal di masyarakat, di mana seluruhnya berawal dari ujaran kebencian yang disebarkan oleh suatu kelompok masyarakat kepada kelompok lain.
"Misalnya ya seperti Aceh Singkil dan Tolikara kemarin itu. Oh, ternyata (peristiwa) di Singkil (penyebabnya) ini toh. Oh (peristiwa) Tolikara (penyebabnya) ini toh. Maka dibuatlah surat edaran ini," ujar Anton.
Anton mengakui banyak yang salah mengartikan edaran tersebut digunakan bagi mereka yang melecehkan kepala negara. Akan tetapi, Anton menekankan, menghina kepala negara atau siapa pun dapat dikenai sanksi pidana.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Agus Rianto menambahkan, edaran itu bukan dasar hukum pidana. Edaran itu adalah pedoman personel Polri di lapangan untuk menangani perkara-perkara yang didasarkan pada ujaran kebencian.
"Jadi (edaran) bukan untuk memidanakan si pelaku, tetapi ini pedoman bagi kami-kami di lapangan, bagaimana sih menangani perkara konflik sosial dan sejenisnya," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.