Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fraksi PAN: Kalau KPK Tangani Kasus yang Kerugiannya Rp 100 Juta buat Apa?

Kompas.com - 07/10/2015, 15:14 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Fraksi PAN Mulfachri Harahap setuju jika Komisi Pemberantasan Korupsi hanya menangani kasus korupsi yang nilai kerugian negaranya fantastis. Hal itu diperlukan agar KPK dapat menjadi pemicu bagi kepolisian dan kejaksaan untuk meningkatkan prestasi kerjanya.

"KPK itu sudah seharusnya menangani kasus yang nilainya strategis dan memberikan dampak luas karena sejak awal pembentukannya, KPK dijadikan sebagai trigger mechanism untuk polisi dan kejaksaan," kata Mulfachri kepada Kompas.com, Rabu (7/10/2015).

Ia mengatakan, saat ini ada kencenderungan KPK justru sibuk menangani perkara yang kerugian negaranya kecil. Padahal, kasus-kasus seperti itu seharusnya ditangani oleh penegak hukum lain.

"Kalau sekarang KPK hanya tangani kasus Rp 100 juta-Rp 200 juta buat apa? Itu sebaiknya kepolisian dan kejaksaan," ujarnya.

Sementara itu, ia mengatakan, hingga kini pihaknya belum menerima salinan usulan draf revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang digagas enam fraksi di DPR. Meski demikian, ia berharap agar revisi yang akan dilakukan itu tidak melemahkan KPK.

Selain itu, Wakil Ketua Komisi III DPR itu meminta agar KPK ke depan dapat kembali kepada tujuan awal pembentukannya, yakni sebagai penyemangat kepolisian dan kejaksaan.

"Soal itu (poin-poin yang direvisi) kita bisa bicarakan nanti," kata dia.

Enam fraksi mengusulkan revisi UU KPK menjadi inisiatif DPR dan masuk Prolegnas Prioritas 2015. Keenam fraksi itu ialah Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Nasdem, Fraksi Hanura, Fraksi PPP, Fraksi PKB, dan Fraksi Golkar. Salah satu poin yang diusulkan untuk direvisi jenis perkara yang dapat diselidiki dan disidik KPK.

Hal itu seperti yang terdapat pada Pasal 13 draf revisi UU KPK, yang berisi:

a). Melibatkan penyelenggara negara dan orang lain yang yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara;

b). Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah);

c). Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi telah melakukan penyidikan dan ditemukan kerugian negara dengan nilai di bawah Rp 50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah), maka wajib menyerahkan tersangka kepada kepolisian dan kejaksaan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Syarat tersebut lebih berat daripada ketentuan yang ada saat ini. Di dalam Pasal 11 UU KPK disebutkan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dapat dilakukan KPK, yaitu:

a). Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara;

b). Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau b). Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Nasional
Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Nasional
PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

Nasional
Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Nasional
Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Nasional
Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Nasional
Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Nasional
KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

Nasional
Pengamat Heran 'Amicus Curiae' Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Pengamat Heran "Amicus Curiae" Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Nasional
Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Nasional
Marak 'Amicus Curiae', Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Marak "Amicus Curiae", Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Nasional
Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Nasional
Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com