Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demokrat Anggap Pembatasan Usia KPK hingga 12 Tahun Tidak Rasional

Kompas.com - 07/10/2015, 14:03 WIB
Dylan Aprialdo Rachman

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Politisi Partai Demokrat, Benny Kabur Harman, menilai bahwa rencana revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 yang membatasi usia Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama 12 tahun tidak rasional dan tidak memiliki argumentasi yang jelas.

"Apa keuntungannya 12 tahun, mengapa tidak 20 tahun atau 100 tahun? Apa kriterianya? Argumentasi dan rasionalitasnya apa? Pembatasan usia itu tidak penting," ujar Benny saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (7/10/2015).

Menurut Benny, keberadaan KPK akan hilang dengan sendirinya ketika institusi penegak hukum lain, seperti Polri dan kejaksaan, sudah mampu memberantas korupsi secara tegas.

Berdasarkan dokumen yang diperoleh Kompas.com, dalam Pasal 5 draf RUU KPK disebutkan bahwa KPK dibentuk untuk masa waktu 12 tahun sejak undang-undang tersebut disahkan. Pasal itu merupakan aturan tambahan yang baru kali ini dicantumkan. Dalam UU yang berlaku saat ini, tidak ada aturan yang mengatur batas waktu kerja KPK. Aturan terkait batas waktu itu dipertegas dalam RUU KPK Pasal 73, yang menjadi pasal penutup draf revisi UU tersebut.

Selain pembatasan usia KPK, Benny juga menilai bahwa penghapusan kewenangan penuntutan dalam draf RUU KPK tidak memiliki landasan pemikiran yang jelas. Wakil Ketua Komisi III DPR itu menegaskan, Partai Demokrat akan menolak revisi UU KPK jika dijadikan sebagai upaya sistematis untuk melemahkan KPK.

"Fraksi Partai Demokrat secara jelas menolak revisi UU KPK jika untuk melemahkan KPK. Kita akan menolak segala macam upaya sistematis baik terselubung atau terbuka untuk memperlemah KPK," kata dia.

Dalam hal penyadapan, Benny menganggap KPK tidak perlu meminta izin kepada pengadilan dalam melakukan menyadap orang yang dicurigai terlibat korupsi. Menurut dia, kewenangan penyadapan KPK merupakan kewenangan luar biasa untuk menghadapi kejahatan luar biasa tersebut. Namun, kewenangan penyadapan ini tidak boleh disalahgunakan.

"Korupsi itu sebagai kejahatan yang luar biasa dan hanya bisa kita lawan dengan cara-cara yang luar biasa. Salah satunya dengan membentuk KPK yang memiliki kewenangan yang luar biasa juga. Kalau kewenangan penyadapan KPK dihapus, ya nanti KPK lesu," ujarnya.

Secara terpisah, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsudin menyatakan bahwa revisi UU KPK dianggap tidak tepat dan akan menguntungkan para koruptor.

"Yang akan senang adalah para koruptor kalau revisi itu tetap dipaksakan," kata Didi saat dihubungi Kompas.com, Rabu (7/10/2015). (Baca Demokrat: Revisi UU KPK Menyenangkan Koruptor)

Ia mengaku sangat prihatin dengan sikap mayoritas fraksi di DPR yang mendorong revisi UU KPK. Menurut dia, ada beberapa poin revisi yang berpotensi besar melemahkan KPK dengan cara mengurangi kewenangan lembaga tersebut dalam memberantas korupsi. Partai Demokrat tidak sepakat jika KPK difokuskan pada upaya pencegahan korupsi. Pemberantasan korupsi dianggap akan berjalan efektif dengan diberikannya kewenangan pencegahan dan penindakan oleh KPK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com