JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mempertanyakan sikap Presiden Joko Widodo yang terburu-buru menolak rencana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Fahri meyakini, Jokowi sudah dipengaruhi alur pemikiran pihak-pihak yang berasumsi bahwa revisi tersebut hanya akan melemahkan KPK.
"Jokowi jadi penakut. Dibikin takut sama yang enggak jelas, lebih baik pencitraan (tolak revisi UU KPK) dibanding penyelesaian masalah. Ini bulan puasa, cuma mau dipuji-dipuji saja, enggak mau selesaikan masalah," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (26/6/2015).
Fahri menilai, revisi UU KPK ini sejak awal sudah disetujui, baik oleh pemerintah maupun DPR. Bahkan, dia mengklaim pimpinan KPK pun sudah menyetujui revisi ini. Sekarang, dia mengaku heran kenapa berbagai pihak menolak revisi UU ini. (Baca: Indriyanto: Pihak yang Ingin Revisi UU KPK Mungkin Takut Kena OTT)
"Masalah ini harus diselesaikan, bukan lari dari pencitraan satu ke pencitraan lain," ucap dia.
Fahri kemudian mengingatkan KPK sudah beberapa kali kalah di sidang praperadilan. Hal itu, kata Fahri, menunjukkan berbagai penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh lembaga ad hoc itu selama ini.
Untuk itu, politisi Partai Keadilan Sejahatera ini meminta agar Jokowi fokus pada solusi pemberantasan korupsi di Indonesia, bukan hanya tampil demi pencitraan semata. (Baca: Pimpinan KPK: Kenapa Revisi UU KPK Terlalu Dipaksakan DPR?)
"Pemberantasan korupsi mudah, suruh saya jadi presiden, setahun juga saya bisa," kata Fahri.
Revisi UU KPK saat ini sudah masuk program legislasi nasional prioritas 2015. Namun, Presiden dan KPK menolak UU tersebut direvisi.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menegaskan, pemerintah satu suara dengan Presiden untuk menolak revisi UU KPK. Ia mengatakan, percuma DPR ngotot mengajukan revisi jika Presiden menolak hal tersebut. (Baca: Menkumham: Kalau Presiden Menolak, Revisi UU KPK Ya Enggak Jalan)
Yasonna mengingatkan, pembentukan atau revisi UU harus dibahas DPR bersama dengan Presiden. DPR berhak mengajukan revisi UU karena merupakan hak konstitusional. Namun, inisiatif tersebut belum tentu direalisasikan karena masukan dari Presiden juga penentu keputusan.
Jika DPR dan pemerintah akhirnya merevisi UU tersebut, pimpinan KPK mengusulkan lima syarat dalam proses revisi tersebut. (Baca: Ini 5 Syarat dari KPK jika UU 30/2002 Direvisi)