JAKARTA, KOMPAS.com — Penyidik Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Polri menyita 4 kilogram emas dan uang 80.000 dollar AS dari oknum polisi berinisial PN yang menjadi tersangka pemerasan.
"Barang bukti yang kita sita itu hasil tindak pidana pemerasan," ujar Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Budi Waseso di kantornya, Kamis (25/6/2015).
Penyidik Bareskrim juga menyelidiki sebuah mobil Toyota Fortuner baru milik perwira menengah polisi berpangkat ajun komisaris besar tersebut. Penyidik menduga kuat mobil tersebut adalah hasil dari tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Kita akan usut TPPU-nya, kemungkinan itu (mobil) akan kita sita," kata Budi.
Ia membenarkan bahwa saat ini penyidik telah menetapkan PN sebagai tersangka dan telah ditahan. Kini penyidik akan melengkapi berkas PN untuk diserahkan ke Kejaksaan Agung.
Seiring dengan itu, PN juga masih menjalani pemeriksaan Divisi Profesi dan Pengamanan Polri untuk disidang pada akhirnya. Sidang itu pula yang akan memutuskan apakah PN akan dikeluarkan dari kesatuan atau tidak.
"Kalau proses di Propam sudah selesai dan mau disidang kode etik sementara dia sudah di pengadilan umum, maka akan dipinjam dulu untuk mengikuti sidang," kata Budi.
PN adalah Kepala Subdirektorat I Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri. Pada awal 2015, ia ditangkap Pengamanan Internal Divisi Profesi dan Pengamanan Polri karena diduga menerima uang dari seorang pengusaha. Uang itu diduga sebagai pelicin agar pengusutan suatu perkara dihentikan. (Baca Disangka Memeras, AKBP PN Ditetapkan Tersangka)
Dalam surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) yang dikirimkan ke Kejaksaan Agung, tersangka disangka Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bunyinya, "Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.