Juru bicara koalisi Febionesta mengatakan, pihaknya melakukan penelitian, beberapa waktu terakhir. Hasilnya, ada pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan aparat penegak hukum ketika menangani perkara narapidana saat menjadi terdakwa.
"Mulai dari tidak didampingi kuasa hukum, tidak adanya penerjemah bagi narapidana warga negara asing, sampai lalainya aparat penegak hukum menyikapi peninjauan kembali (PK) kasus itu," ujar Febionesta dalam acara diskusi di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (26/4/2015).
Menurut hukum hak asasi manusia (HAM) internasional, prinsip-prinsip ketidakadilan hukum semacam itu menjadi bagian penting bagi proses hukum. Maka dari itu, jika proses penanganan perkara tidak memenuhi unsur peraturan dan perundangan, maka putusan itu cacat hukum.
"Karena cacat hukum, Pemerintah harus menghentikan rencana eksekusi mati. Kalau tidak, berarti pemerintah membiarkan putusan hukum diambil dalam kondisi cacat dan ini berbahaya," ujar dia.
Febionesta menyarankan, daripada Presiden meloloskan hukuman mati, lebih baik membenahi sistem pemidanaan yang sesuai prinsip hak asasi manusia sekaligus membenahi sistem peradiln dan pemenjaraan di Indonesia yang sarat dengan praktik korupsi dan suap.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.