"Dia hanya mengatakan 'Selamat ya Dinda, gimana kabar?'. Saya jawab, "Baik-baik"," ujar Bonaran, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (20/4/2015).
Akil, kata Bonaran, juga menanyakan soal hasil Pilkada Tapteng. Namun, Bonaran enggan membicarakannya lebih lanjut dan langsung menutup teleponnya. Ia mengaku trauma menerima sambungan telepon karena pernah berperkara dengan KPK terkait penyadapan percakapan.
"Saya trauma dengan masalah telepon, saya langsung matikan. Pembicaraan saya pernah dibuka di MK kasus Anggodo. Jadi langsung saya tutup," kata Bonaran.
Bonaran mengira Akil hanya menipunya karena membahas soal Pilkada Tapanuli Tengah. Menurut dia, Akil selaku Ketua MK saat itu tidak berhak menanyakan sengketa Pilkada kepadanya.
"Tidak bisa dong Pak. Kan Akil hakim. Saya bilang (ke Bakhtiar), hentikan. Akil bukan panel kita," kata Bonaran.
Bonaran didakwa menyuap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, sebesar Rp 1,8 miliar terkait sengketa Pilkada Tapanuli Tengah di MK. Penetapan ini merupakan hasil pengembangan kasus dugaan korupsi dan pencucian uang yang menjerat Akil. Pemberian uang diduga untuk mengamankan posisi Bonaran yang digugat di MK setelah dinyatakan menang oleh KPUD Tapanuli Tengah.
Pilkada Kabupaten Tapanuli Tengah dimenangi oleh pasangan Raja Bonaran dan Sukran Jamilan Tanjung. Namun, keputusan KPUD tersebut digugat oleh pasangan lawan. Selanjutnya, pada 22 Juni 2011, permohonan keberatan hasil Pilkada Tapanuli Tengah ditolak sehingga Bonaran dan Sukran tetap sah sebagai pasangan bupati dan wakil bupati terpilih.
Meski demikian, Akil sebenarnya tidak termasuk dalam susunan hakim panel. Panel untuk sengketa pilkada saat itu adalah Achmad Sodiki (ketua), Harjono, dan Ahmad Fadlil Sumadi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.