Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Tolak Permohonan Akil Mochtar, KPK Tetap Berwenang Usut Pencucian Uang

Kompas.com - 13/02/2015, 06:41 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com
 Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Undang-Undang No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang diajukan oleh mantan Ketua MK, Akil Mochtar. Kini Akil menjadi terpidana kasus TPPU di KPK.

"Mengadili dan menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Arief Hidayat saat membacakan amar putusan perkara nomor 77/PUU-XII/2014 di ruang sidang MK, Jakarta Pusat, Kamis (12/2/2015).

Dalam permohonannya, Akil Mochtar menyatakan frasa "patut diduga" atau "patut diduganya" yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 ayat (1) UU 8 Tahun 2010 menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan. Menurut dia, bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Akan tetapi, Mahkamah berpendapat berbeda. Menurut Mahkamah, dalam perkara pidana soal terbukti atau tidak terbuktinya, yakin dan tidak yakinnya para hakim yang mengadili suatu perkara semata-mata berdasarkan bukti-bukti di persidangan.

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana terdapat rumusan pasal yang menggunakan frasa "patut diduga", "patut diduganya", atau "patut dapat menyangka". Penerapan pasal-pasal itu dalam peradilan sangat tergantung pada bukti dan keyakinan hakim.

"Hal demikian telah diterapkan sejak dahulu kala oleh pengadilan dan tidak menimbulkan persoalan-persoalan penegakan hukum terkait dengan hak-hak warga negara. Bukti dan keyakinan hakim merupakan hubungan sebab akibat atau kausalitas. UUD 1945 telah menentukan adanya kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Dengan demikian, dalil pemohon tidak beralasan menurut hukum," kata Hakim Konstitusi Suhartoyo.

Mengenai tindak pidana pencucian uang yang tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya seperti yang tertuang dalam Pasal 69 UU 8/2010, menurut MK, apabila pelaku tindak pidana asalnya meninggal dunia berarti perkaranya menjadi gugur, maka si penerima pencucian uang tidak dapat dituntut karena harus terlebih dahulu dibuktikan tindak pidana asalnya.

"Adalah suatu ketidakadilan bahwa seseorang yang sudah nyata menerima keuntungan dari TPPU tidak diproses pidana hanya karena tindak pidana asalnya belum dibuktikan lebih dahulu. Rakyat dan masyarakat Indonesia akan mengutuk seseorang yang nyata-nyata telah menerima keuntungan dari tindak pidana pencucian uang lalu lepas dari jeratan hukum hanya karena tindak pidana asalnya belum dibuktikan lebih dahulu," ujarnya.

Sementara mengenai Pasal 76 ayat (1) UU 8/2010, yakni ketentuan bahwa penuntut umum wajib menyerahkan berkas perkara TPPU kepada Pengadilan Negeri yang menurut Akil hanya penuntut umum pada Kejaksaan RI yang berwenang, menurut Mahkamah, penuntut umum merupakan suatu kesatuan.

Dengan kata lain, penuntut umum pada Kejaksaan dan penuntut umum pada KPK adalah sama. Selain itu, demi peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan, penuntutan oleh jaksa yang bertugas di KPK akan lebih cepat daripada harus dikirim lagi ke Kejaksaan Negeri.

Adapun ketentuan Pasal 95 UU 8/2010 yang menurut Akil bukan kewenangan KPK untuk menyidik dan menuntutnya, Mahkamah menyatakan kasus konkret mengenai instansi yang berwenang menyidik dan menuntutnya bukanlah persoalan yang dapat dimohonkan pengujiannya ke MK. Mahkamah menyebut Pasal 95 UU 8/2010 tersebut adalah norma yang dimuat dalam ketentuan peralihan.

"Dengan demikian, permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum," imbuh Suhartoyo.

Meski begitu, putusan Mahkamah ini diwarnai perbedaan pendapat (dissenting opinion). Adapun yang berbeda dari sembilan orang hakim yakni Hakim Aswanto dan Hakim Maria Farida Indrati. Keduanya menyatakan seharusnya permohonan pemohon dikabulkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Nasional
MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

Nasional
Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Nasional
Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Nasional
MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

Nasional
Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com