JAKARTA, KOMPAS - Implementasi hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan perlu dipertimbangkan matang. Meski jatah dana tidak diberikan langsung kepada pengusul, ada beberapa kelemahan yang dikhawatirkan mengacaukan perencanaan pembangunan.
Demikian dikemukakan Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang di Jakarta, Rabu (21/1/2015). Ia mengatakan, konsep hak usulan program pembangunan itu belum matang. Jika dipaksakan tanpa pertimbangan dan persiapan matang, hak itu dikhawatirkan akan mengacaukan banyak hal dan membuka celah korupsi.
Pertama-tama, ujar Sebastian, mekanisme pengalokasian anggaran perlu diperjelas. Misalnya, apakah plafon anggaran untuk setiap usulan program DPR perlu ditetapkan pada awal tahun anggaran. Demikian pula dengan pertanggungjawaban program.
"Melibatkan anggota DPR pengusul atau diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah? Hal-hal ini harus diperjelas dulu. Jika tidak, akan mengacaukan perencanaan pembangunan oleh pemerintah," kata Sebastian.
Di sisi lain, meskipun anggota DPR tak menerima kucuran dana, ujar Sebastian, sulit menjamin hak itu tidak disalahgunakan pengusul. Karena itu, jika DPR telah menetapkan bahwa program yang diusulkan sepenuhnya diurus pemerintah sebagai pelaksana anggaran, dalam praktiknya anggota DPR pengusul tak boleh ikut campur tangan.
"Jangan sampai ujung-ujungnya DPR memaksakan alokasi dana tertentu atas program yang diusulkannya. Yang terpenting, DPR harus transparan saat membahas dan menyinkronisasi program usulan ini dengan program pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)," kata Sebastian.
Sejauh ini, para anggota DPR telah mengusulkan 50 program pembangunan melalui rapat paripurna kedua masa persidangan II tahun sidang 2014-2015, Kamis (15/1). DPR telah mengadakan rapat pengganti Badan Musyawarah pada Senin lalu dan membentuk tim kecil untuk mengatur mekanisme teknis penerapan hak usulan itu.
Targetnya, langkah-langkah teknis itu sudah harus diatur sebelum pembahasan APBN Perubahan dengan pemerintah, Februari mendatang.
Menurut Wakil Ketua Badan Legislasi dari Fraksi Partai Amanat Nasional Totok Sudaryanto, penganggaran dana untuk program yang diusulkan menjadi tugas pemerintah. Besaran nilainya tidak perlu ditentukan. Anggota DPR hanya menunjuk program yang dianggap penting.
"Soal budget, mengikuti kebutuhan fisik dan kemampuan instansi atau kementerian terkait saja," kata Totok yang juga terlibat dalam pembuatan Tata Tertib DPR 2014-2019 hasil turunan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional Taufik Kurniawan menjanjikan hak anggota DPR tersebut hanya sebatas usulan program pembangunan. Menurut Taufik, tidak ada uang atau jatah dana untuk program yang diusulkan anggota Dewan.
Klaim program
Salah satu potensi masalah yang menanti, menurut Wakil Ketua Fraksi PDI-P Arif Wibowo, adalah konflik antar-anggota DPR saat mengklaim kesuksesan program pembangunan. Katakanlah seorang anggota DPR mengusulkan program perbaikan jembatan yang rusak di dapil A. Kemudian, anggota DPR lain dari dapil A mengajukan program yang sama.
"Dalam situasi itu akan ada rebutan klaim antar-anggota DPR. Keduanya bisa saja mengklaim mereka memperjuangkan program itu. Program siapa sebenarnya? Ini memunculkan konflik yang bisa mengganggu kinerja dan esensi tugas seorang wakil rakyat," kata Arif.
Di sisi lain, ada potensi terjadi tumpang tindih program antara DPR, DPD, dan pemerintah. Menyinkronisasi program sejumlah institusi bukan tugas mudah. (AGE)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.