Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi: Kalau Popularitas Saya Anjlok, Silakan!

Kompas.com - 12/01/2015, 13:07 WIB
Sabrina Asril

Penulis


BANDUNG, KOMPAS.com
- Presiden Joko Widodo mengaku tidak mempersoalkan popularitas dirinya jatuh karena telah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dan kemudian menghapus subsidi untuk premium. Menurut Jokowi, dia bekerja bukan untuk mencari popularitas.

"Soal BBM, tidak sampai sebulan setelah dilantik, banyak yang bilang, 'Pak kalau BBM naik popularitas akan anjlok'. Saya sampaikan saya bekerja bukan untuk popularitas, saya bekerja untuk negara dan rakyat. Kalau (popularitas) anjlok, silakan," kata Jokowi dalam sambutannya di acara Musyawarah Nasional (Munas) XV Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Bandung, Senin (12/1/2015).

Pada pertengahan November 2014 lalu, Jokowi memutuskan menaikkan harga BBM bersubsidi. Namun, pada 31 Desember, Jokowi memutuskan menurunkan harga solar dan menghapus subsidi untuk premium.

Jokowi mengatakan, risiko itu diambilnya lantaran berdasarkan hitungan, subsidi BBM sudah terlalu membebani APBN. Selama lima tahun ini, dia menyebutkan subsidi BBM sudah menyedot Rp 1.300 triliun.

"Hitungan nalar saya, Rp 1.300 triliun untuk waduk dipakai jalan tol, airport, alur kereta api, itu pasti rampung jadi. Saya nggak berpikir masalah popularitas. Apa hubungannya popularitas dengan pekerjaan saya? Nggak ada," kata dia.

Dengan kebijakan pengalihan subsidi itu, Jokowi mengatakan, pembangunan tol trans Sumatera, kereta api di Sumatera dan Kalimantan mulai dibangun tahun ini. Sementara untuk jalur kereta api di Papua, saat ini masih dilakukan studi kelayakan.

Selain itu, Jokowi juga menargetkan perluasan dan pembangunan terhadap 24 buah pelabuhan selama lima tahun pemerintahannya. (baca: Premium Tak Lagi Disubsidi, Subsidi BBM dalam APBN-P 2015 "Hanya" Rp 56 Triliun)

"Konektivitas ini penting, dengan itu semua akan serba mudah. Negara yang memperhatikan infrastruktur nantinya akan jadi negara maju," imbuh Jokowi. (baca: Harga BBM Dimungkinkan Berubah Dua Kali Sebulan)

Pemerintah menetapkan skema baru penghitungan harga BBM yang bisa mengevaluasi harga setiap bulannya. Skema ini menghitung harga premium dan solar mengikuti perkembangan harga minyak dunia dan telah disesuaikan dengan formula sesuai harga dasar ditambah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB).

Harga terbaru BBM premium RON 88 baik yang BBM khusus penugasan maupun BBM umum nonsubsidi ditetapkan sebesar Rp 7.600 per liter, dan harga solar bersubsidi menjadi Rp 7.250 per liter yang berlaku sejak awal Januari 2015. Namun, harga ini dipastikan berubah pada awal Februari mendatang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Nasional
PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Nasional
Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com