Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pimpinan DPR Bantah Anggapan bahwa Hak Imunitas agar Anggota Dewan Kebal Hukum

Kompas.com - 21/11/2014, 14:00 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Wakil Ketua DPR Agus Hermanto membantah bahwa hak imunitas yang melekat kepada anggota Dewan ditujukan untuk membuat anggota DPR kebal dari permasalahan hukum.

"Tidak ada itu, tidak seperti itu," kata Agus di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (21/11/2014).

Namun, saat ditanya mengenai tujuan perancangan undang-undang yang mengatur mengenai hak imunitas tersebut, Agus Hermanto enggan menjelaskan lebih jauh.

"Ya, sudah ditetapkan seperti itulah," ujarnya.

Oleh karena itu, meskipun DPR saat ini akan merevisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), menurut Agus, pasal yang mengatur hak imunitas anggota Dewan tak akan ikut direvisi.

Baleg hanya akan fokus merevisi pasal-pasal yang disepakati oleh Koalisi Indonesia Hebat dan Koalisi Merah Putih sebagai perjanjian kesepakatan damai.

"Yang kita ubah itu, hanya yang berkaitan dengan pimpinan AKD (alat kelengkapan Dewan) di komisi, badan, dan mahkamah. Lalu ada pasal yang redundant terkait hak anggota Dewan. Lebih cepat merevisi UU MD3, kita bisa bekerja lebih cepat juga," ujar Agus.

Dalam Pasal 224 ayat (5) UU MD3 disebutkan bahwa pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR, yang diduga melakukan tindak pidana sehubungan dengan pelaksanaan tugasnya, harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

Menurut ayat (6), MKD harus memproses dan memberikan putusan atas surat permohonan tersebut, paling lambat 30 hari setelah surat tersebut diterima. (Baca: Berbahaya, Anggota DPR Bisa Kebal Hukum)

Namun, menurut ayat 7, jika MKD memutuskan tidak memberikan persetujuan atas pemanggilan anggota DPR, maka surat pemanggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak memiliki kekuatan hukum atau batal demi hukum.

Meski demikian, ada aturan lain yang mengatur soal pemanggilan anggota DPR terkait tindak pidana, yakni  Pasal 245. Dalam pasal tersebut, pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari MKD.

Menurut ayat (2), jika MKD tidak memberikan persetujuan tertulis dalam waktu 30 hari sejak permohonan diterima, maka pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan dapat dilakukan.

Adapun ayat (3) berisi cakupan kasus-kasus yang tidak perlu persetujuan tertulis dari MKD. Aturan itu tidak berlaku jika anggota DPR tertangkap tangan melakukan tindak pidana, disangka melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup.

Aturan itu juga tidak berlaku jika anggota yang disangka tersebut melakukan tindak pidana khusus. Di luar kasus-kasus itu, proses hukum harus melewati MKD.

Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, Sebastian Salang, mengatakan, aturan tersebut berbahaya bagi penegakan hukum. Menurut dia, aturan itu dibuat secara sadar agar anggota Dewan bisa terhindar dari proses hukum.

"DPR semangat ketika merancang ingin lari dari tanggung jawab hukum. Ini berbahaya. Semua orang harus sama di mata hukum," kata Sebastian ketika dihubungi, Kamis (20/11/2014).

Sebastian mengatakan, jika MKD tidak menyetujui pemanggilan anggota di luar yang diatur dalam Pasal 245, maka, dampaknya, proses hukum bisa dianggap selesai. Padahal, MKD semestinya hanya menangani masalah etika dan tidak masuk dalam proses hukum. Untuk itu, perlu ada revisi terhadap aturan tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Logo dan Tema Hardiknas 2024

Logo dan Tema Hardiknas 2024

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasional
PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

Nasional
Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

Nasional
Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya 'Copy Paste', Harus Bisa Berinovasi

Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya "Copy Paste", Harus Bisa Berinovasi

Nasional
Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com