Habibie, menceritakan pengalamannya saat menjabat sebagai wakil presiden di masa pemerintahan Presiden Soeharto. Habibie mengenang, saat itu dia bersama Soeharto duduk empat mata untuk mendiskusikan nama-nama yang pantas mengisi kursi menteri di kabinet.
Proses diskusi, kata Habibie, tak selalu berjalan mulus. Terkadang perbedaan pendapat membuat pemilihan menteri menjadi alot. Ketika Habibie merasa tidak setuju dengan nama menteri yang diusulkan Soeharto, dia langsung mengatakannya dengan terus terang.
"Saran saya itu ada yang dia (Soeharto) terima, dia oke. Tapi ada yang dia tidak terima, dan dia marah-marah sama saya," kata Habibie saat diwawancarai Kompas TV, di kediamannya, Jalan Patra Kuningan XIII, Jakarta Selatan, Jumat (17/10/2014) sore.
Jika sudah terjadi perbedaan pendapat seperti itu, Habibie tak bisa lagi berbuat banyak. Soeharto akan tetap mengusung nama yang dipilihnya, meski Habibie tidak menyetujuinya. "Dia (Soeharto) bilang, 'pokoknya menterinya ini. Saya kan presidennya'. Kata saya silakan, tapi saya tahu menurut saya itu salah," ujar Habibie.
Pria yang akrab disapa Rudi oleh kerabat dekatnya ini menyayangkan sikap Soeharto yang tak mau mendengarkan masukan dalam memilih seorang menteri. Meskipun memilih menteri adalah hak prerogatif presiden, namun masukan dari berbagai pihak menurut dia tetap penting untuk didengarkan.
Di era demokrasi seperti ini, kata Habibie, usulan nama menteri tidak hanya datang dari presiden, wakil presiden, atau ketua umum partai politik. Usulan nama menteri bahkan datang langsung dari rakyat. Sehingga, Habibie berharap Jokowi bisa mempertimbangkan keinginan rakyat itu.
"Pak Jokowi tahu apa yang dikehendaki rakyat dan Pak Jokowi sudah memberikan beberapa janji-janji yang dicatat rakyat," kata Habibie.
Habibie yang dikenal dengan prestasinya dalam industri pesawat terbang ini kemudian hanya memberikan dua saran tambahan untuk Jokowi. "Saran saya, pertama karakter orang tersebut, perilakunya. Misalnya, dia itu mempunyai karakter dan budaya, kalau dia bilang merah, merah. Tidak hari ini merah besok hijau lusa putih. Penting bagi seorang pemimpin untuk memiliki pembantu seperti itu," ujar Habibie.
Saran kedua, lanjut Habibie, para menteri harus profesional dan mengerti betul mengenai kementerian yang dipimpinnya. Keputusan Jokowi untuk mengisi 15 Menterinya dari unsur parpol, menurut dia tidak masalah jika mereka dapat bekerja secara profesional di bidangnya.
"Saya yakin tidak ada yang sempurna. Tidak bisa kita harapkan langsung Pak Jokowi tok selesai. Untuk hal itu, kalau Pak Jokowi, mengambil orang dan partai, karena alasan apa saja, maka yang masuk ke kabinet itu harus setia. Tidak (setia0 pada inti partainya tapi setia pada program nasional," kata penulis buku Habibie dan Ainun ini.
Untuk wawancara lengkap dengan BJ Habibie nantikan di Kompas TV, tepat pada hari pelantikan Jokowi-JK, Senin, 20 Oktober 2014.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.