Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demokrasi Tanpa Demokrat

Kompas.com - 01/10/2014, 17:00 WIB


Oleh: Yonky Karman

"Demokrasi dapat berjalan baik apabila ada rasa tanggung jawab dan toleransi pada pemimpin-pemimpin politik." (Bung Hatta, "Demokrasi Kita", 1960)

KOMPAS.com - Persis itulah kekurangan pemimpin-pemimpin partai di Indonesia setelah kemerdekaan RI diakui dunia sebagai hasil Konferensi Meja Bundar (1949).

Sesudah proklamasi 1945, pada awal kemerdekaan, para politisi bersehati memperjuangkan kedaulatan Indonesia dalam semangat persaudaraan yang tulus. Mereka kaya gagasan memerdekakan bangsa dari belenggu imperialisme (penjajahan) dan kapitalisme (pengisapan sumber daya alam milik rakyat). Suasana itu hilang setelah 1949, setelah tidak ada lagi yang harus diperjuangkan ke luar.

Atas nama demokrasi, politisi kita bertengkar. Hatta mengkritik praktik demokrasi yang dilakoni para politisi sebagai demokrasi liberal, demokrasi saling hantam, demokrasi yang menimbulkan perpecahan nasional. Akhirnya, usaha-usaha untuk membangun Indonesia merdeka jadi telantar. Para politisi itu telah ”melupakan syarat-syarat untuk membangun demokrasi di dalam praktik”.

Demokrasi Pancasila

Indonesia tak bisa dibangun hanya dengan demokrasi politik yang berkembang di Barat. Demokrasi politik harus disertai demokrasi ekonomi. Cita-cita demokrasi Indonesia adalah "demokrasi sosial, meliputi seluruh lingkungan hidup yang menentukan nasib manusia". Dalam hal ini, Bung Hatta tidak berbeda dengan Bung Karno.

Pada 1958, Bung Karno memberikan serangkaian kursus publik untuk menjelaskan secara panjang lebar kelima sila Pancasila. Rangkaian kursus itu kemudian dibukukan dengan judul Pancasila Dasar Negara. Dalam sambutan untuk penerbitan ulang buku itu (1984), Rachmawati Soekarnoputri menegaskan bahwa penjelasan dalam buku itu merupakan "petunjuk yang menerangi jalan, ke arah mana negara menuju". Penjelasan di situ jauh lebih rinci daripada yang ada dalam pidato Bung Karno, 1 Juni 1945, di depan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia.

Dalam penjelasannya itu, berulang kali Bung Karno menegaskan bahwa demokrasi yang dimaksud Sila Keempat (Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan) tak sama dengan demokrasi parlementer yang berkembang di Barat. Demokrasi parlementer merupakan ideologi politik pada periode kapitalisme sedang naik daun (Kapitalismus in Aufstieg).

Demokrasi seperti itu pada akhirnya hanya memenuhi aspirasi ekonomi kaum kapitalis yang sudah menguasai media, alat-alat produksi, dan akses kepada kekuasaan. Demokrasi itu pada akhirnya memberikan legitimasi bagi elite politik untuk membentuk persekutuan di antara penguasa dan pengusaha.

Tujuan akhir persekutuan politik itu adalah penguasaan atas sumber-sumber ekonomi oleh segelintir orang, yang seharusnya untuk kesejahteraan rakyat banyak.

Menurut Bung Karno, demokrasi yang dicita-citakan Pancasila adalah demokrasi yang sesuai dengan kepribadian bangsa. Wajib hukumnya bagi demokrasi Indonesia membuahkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Sila Kelima). Demokrasi itu tidak sekadar alat teknis untuk meraih kekuasaan, tetapi juga mencita-citakan masyarakat adil dan makmur (politieke-economische democratie).

Namun, dalam kursusnya itu, Bung Karno berulang kali menegaskan juga demokrasi terpimpin. Pada titik itulah Hatta berbeda prinsip dengan Bung Karno, sebagaimana dijelaskannya dalam Demokrasi Kita. Itu menjadi salah satu alasan pengunduran dirinya sebagai wakil presiden. Dan, logika politik Hatta benar. Di kemudian hari, terbukti demokrasi terpimpin yang meniadakan peran kontrol parlemen pada akhirnya membuka jalan bagi kediktatoran seorang Bung Karno.

Demokrasi parlementer

Diskursus demokrasi kita sekarang sedang memasuki babak baru, yakni menuju demokrasi parlementer. Dalam kontroversi pemilihan kepala daerah langsung oleh rakyat atau oleh DPRD, kedua kubu sama-sama mengklaim demokratis. Bahkan, yang pro pilkada melalui DPRD merujuk Sila Keempat. Padahal, sila itu sudah dijelaskan di atas justru melawan praktik demokrasi parlementer.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Nasional
Kasasi KPK Dikabulkan, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Kasasi KPK Dikabulkan, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Nasional
Penetapan Presiden di KPU: Prabowo Mesra dengan Anies, Titiek Malu-malu Jadi Ibu Negara

Penetapan Presiden di KPU: Prabowo Mesra dengan Anies, Titiek Malu-malu Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com