Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Tolak Cabut Hak Politik Anas, Ini Kata KPK

Kompas.com - 25/09/2014, 08:56 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghormati putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang menolak tuntutan pencabutan hak politik mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi, putusan mengenai pencabutan hak politik yang tidak dikabulkan ini masih bisa diuji di tingkat banding.

"Ini sedang kami pelajari hal itu. Kan ada kesempatan men-challange hal itu," kata Johan di Jakarta, Rabu (24/9/2014).

Johan mengatakan, setiap hakim tentunya memiliki pendapat yang berbeda. Bisa jadi hakim pada tingkat banding dan tingkat kasasi berpendapat berbeda dengan hakim pengadilan tipikor yang menolak pencabutan hak politik Anas.

Menurut Johan, jaksa KPK akan memperjuangkan dakwaannya yang dianggap tidak terbukti pada tingkat banding.

Seperti diberitakan sebelumnya, majelis hakim pengadilan tipikor menyatakan bahwa Anas tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi, seperti yang didakwakan dalam dakwaan kesatu primer. Hakim menilai, Anas terbukti melanggar dakwaan kesatu subsider. Selain itu, hakim tipikor menyatakan bahwa Anas tidak terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang terkait kepengurusan surat izin pertambangan PT Arina Kota Jaya, seperti yang tertuang pada dakwaan ketiga.

Untuk pencucian uang, Anas hanya dinyatakan terbukti melanggar pasal pencucian uang dalam dakwaan kedua.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan bahwa KPK akan mengajukan banding atas putusan majelis hakim tipikor. Banding akan diajukan karena hukuman yang dijatuhkan hakim kurang dari dua pertiga tuntutan jaksa KPK.

Sebelumnya, KPK menuntut Anas dihukum 15 tahun penjara. Jaksa juga menuntut Anas membayar uang pengganti sebesar Rp 94 miliar dan 5,2 juta dollar AS. Alasan lainnya, menurut Bambang, KPK bakal mengajukan banding karena dakwaan kesatu primer dan dakwan ketiga tidak dianggap terbukti oleh majelis hakim. Kendati demikian, kata Bambang, KPK menghormati putusan hakim.

Dalam amar putusannya, hakim mewajibkan Anas membayar uang pengganti sebesar Rp 57,59 miliar dan 5,2 juta dollar AS. Menurut Bambang, majelis hakim tipikor tetap obyektif di tengah tekanan para pendukung Anas. Hal menarik lainnya, menurut dia, hakim menyatakan bahwa Anas terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang secara berlanjut serta berulang-ulang.

Sementara itu, Anas masih pikir-pikir apakah ia akan mengajukan banding atau tidak. Dia menilai bahwa putusan hakim tidak adil. Anas juga meminta jaksa dan hakim melakukan sumpah kutukan bersama-sama dengannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com