JAKARTA, KOMPAS.com - Dua anggota majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam memutus perkara dugaan korupsi dan pencucian uang dengan terdakwa mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Hakim anggota Slamet Subagyo dan Joko Subagyo menilai tim jaksa KPK tidak berwenang mengajukan perkara pencucian uang ke Pengadilan Tipikor.
"Pertimbangan yuridis yang menyangkut hukum formil soal TPPU (tindak pidana pencucian uang) tidak adanya kewenangan penuntutan jaksa KPK dalam mengajukan perkara TPPU," kata hakim Slamet Subagyo membacakan pendapat berbedanya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (24/9/2014).
Secara eksplisit, kata dia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang tidak mencantumkan ketentuan mengenai kewenangan KPK untuk melakukan penuntutan pencucian uang. Pendapat ini juga sudah disampaikan Slamet dan Joko dalam putusan sela majelis hakim beberapa waktu lalu.
Kendati demikian, pendapat berbeda dua hakim ini tidak serta-merta membebaskan Anas dari tuntutan pencucian uang. Pendapat berbeda ini menjadi bagian dari putusan majelis hakim Tipikor.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan Anas terbukti melakukan pencucian uang secara berlanjut dan berulang-ulang sesuai dengan dakwaan kedua. Dia dianggap terbukti menggunakan hasil tindak pidana korupsi untuk membeli sejumlah lahan. Selain itu, hakim menyatakan Anas terbukti menerima hadiah atau janji sesuai dengan dakwaan subsider, yakni Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Anas dinyatakan terbukti menerima pemberian hadiah hadiah atau janji yang patut diduga jika pemberian itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatan Anas.
Hakim menilai Anas memiliki pengaruh dalam mengatur proyek APBN mengingat jabatannya sebagai ketua DPP Partai Demokrat bidang politik pada 2005. Pengaruh Anas ini semakin besar setelah dia terpilih sebagai anggota DPR dan ditunjuk sebagai ketua fraksi. Meskipun demikian, majelis hakim Tipikor menolak tuntutan jaksa KPK untuk mencabut hak politik Anas.
Menurut hakim, penilaian mengenai layak tidaknya seseorang dipilih dalam jabatan publik merupakan kewenangan publik. Atas vonis hakim ini, baik Anas maupun tim jaksa KPK menyatakan akan pikir-pikir.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.