"Memandang seluruh kesaksian M Nazaruddin sebagai kebenaran adalah tindakan gebyah uyah atau penyamarataan yang tidak bisa dibenarkan," kata Anas, dalam pleidoi yang dia bacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (18/9/2014).
Menurut Anas, Nazaruddin sejak awal berniat menjerat Anas dan menyusun skenario agar Anas masuk dalam pusaran kasus hukum. Keterangan Nazaruddin, ujar dia, tak selamanya benar sekalipun dalam kasus lain kesaksiannya telah terbukti menjerat beberapa orang.
Kasus lain itu, sebut Anas, seperti suap wisma atlet SEA Games, kasus korupsi proyek pendidikan tinggi yang menjerat Angelina Sondakh, serta kasus korupsi Hambalang dengan terdakwa Andi Mallarangeng dan Wafid Muharam.
Untuk itu, Anas meminta majelis hakim mempertimbangkan niat buruk Nazaruddin terhadap Anas dalam menilai kualitas kesaksian yang bersangkutan nantinya.
"Apa keterangan saksi yang sejak awal punya rencana untuk mencelakakan seseorang secara hukum dan kemudian rela jadi Pinokio demi memenuhi kemarahan dan dendamnya atau demi melayani kepentingan tertentu dapat dijadikan setara dengan sabda nabi atau keterangan saksi yang jujur dan tanpa agenda tersembunyi?" tanya Anas.
Anas berpendapat, "Akal sehat dan nalar hukum mestinya menolak (keterangan dari saksi semacam itu)." Dia pun menilai jaksa KPK hanya menggunakan keterangan Nazaruddin sebagai dasar pernyataan dalam dakwaan bahwa Anas berniat mencalonkan diri sebagai presiden.
Dalam surat dakwaan, jaksa mengatakan bahwa mulanya Anas berkeinginan menjadi calon presiden sehingga berupaya mengumpulkan dana. Untuk mewujudkan keinginannya itu, Anas bergabung dengan Partai Demokrat sebagai kendaraan politik dan mengumpulkan dana.
Dalam upaya mengumpulkan dana, menurut jaksa, Anas dan Nazar bergabung dalam perusahaan Permai Group. "Padahal sangat absurd keterangan Nazaruddin yang baru belajar politik dari terdakwa pada tahun 2007. Bagaimana mungkin orang yang mencoba untuk menjadi pengajar di almamaternya tapi gagal berani berniat untuk maju sebagai capres?" kata Anas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.