Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

LSI: Publik Lebih Percaya Isu Negatif Prabowo Dibanding Jokowi

Kompas.com - 20/05/2014, 15:19 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) terhadap publik mengenai isu negatif yang diasosiasikan kepada dua capres, Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto menunjukkan publik lebih mempercayai isu negatif yang dialamatkan kepada Prabowo dibandingkan dengan Jokowi. Tingkat kepercayaan publik terhadap isu negatif Prabowo pun lebih tinggi dibanding Jokowi.

Peneliti LSI Ardian Sopa mengatakan, pihaknya melakukan survei kepada responden mengenai pengetahuan mereka terhadap isu negatif dua capres tersebut. Ada empat isu negatif Jokowi yang ditanyakan. Pertama, apakah responden percaya Jokowi akan menjadi capres boneka yang dikendalikan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dan negara asing.

"Sebanyak 51,5 persen responden tidak percaya dengan isu tersebut sementara 28,2 persen percaya dan sisanya 20,3 persen menjawab tidak tahu," kata Ardian, dalam jumpa pers di kantor LSI, Pulogadung, Jakarta Timur, Selasa (20/5/2014).

Isu negatif kedua, Jokowi dianggap berbohong karena tidak menyelesaikan janji kampanyenya. Dari isu negatif ini, 66,8 persen responden tidak percaya, sementara 22,8 persen percaya akan isu itu. Sisanya, 10,4 persen responden menjawab tidak tahu.

Terkait isu Jokowi terlibat dalam kasus korupsi pengadaan Busway dari Tiongkok, lanjut Ardian, sebanyak 72,4 persen responden menjawab tidak percaya dan 22,1 persen percaya akan isu tersebut. Sisanya 5,5 persen responden menjawab tidak tahu.

Isu negatif yang terakhir, jika menang pilpres, Jokowi dianggap lebih membela minoritas dibanding kepentingan warga muslim. Sebanyak 59,5 persen mempercayai isu ini, sementara 20,2 persen tidak percaya. Adapun 20,3 persen menjawab tidak tahu.

Sementara itu, ada empat isu negatif pertama Prabowo yang ditanyakan pada responden, yakni mengenai keterlibatan kasus penculikan aktivis pada 1998. Dari isu ini, lanjut Ardian, sebanyak 51,5 persen percaya dengan isu, sementara 28,2 persen tidak percaya. Sisanya 20,4 persen menjawab tidak tahu.

Isu negatif Prabowo tidak harmonis dengan keluarga, sebanyak 66,8 persen yang percaya sementara 22,8 persen menjawab tidak percaya. Sedangkan 10,4 persen responden menjawab tidak tahu akan isu ini.

Isu negatif Prabowo sosok yang temperamental dan suka menggunakan kekerasan, 72,4 persen responden menjawab percaya dan 22,1 persen responden tidak percaya. Sisanya, 5,5 persen responden menjawab tidak tahu.

Isu negatif Prabowo yang terakhir, yakni Prabowo tidak suskses dalam bisnis dan perusahaannya banyak rugi dan punya utang. Sebanyak 59,5 persen responden percaya sementara 20,2 persen tidak percaya. Sisanya, 20,2 persen responden menjawab tidak tahu.

"Tingkat kepercayaan publik terhadap isu negatif Prabowo lebih besar dibanding Jokowi. Dari mereka yang pernah mendengar isu negatif Prabowo, sebesar 51-72 persen publik menyatakan percaya terhadap isu tersebut," ujar Ardian.

KOMPAS.COM/ROBERTUS BELARMINUS Peneliti Lingkaran Survei Indonesia, Adrian Sopa saat jumpa pers di kantor LSI, di Rawamangun, Pulogadung, Jakarta Timur, Selasa (20/5/2014).
Sementara isu negatif Jokowi, lanjut Ardian, sebanyak 20-28 persen responden yang menyatakan percaya dengan isu negatif yang dihembuskan tersebut. Isu negatif pada kedua capres ini berpengaruh terhadap dukungan bagi pemilih untuk memilih.

Ardian mengatakan, keengganan responden memilih Prabowo lebih besar dibanding Jokowi. "Ada potensi penurunan suara Prabowo sebesar 40-51 persen. Sementara potensi penurunan suara Jokowi sebesar 40-44 persen dari mereka yang percaya," ujarnya.

LSI memprediksi pilpres 2014 akan diwarnai marak dan masifnya kampanye dan isu negatif yang menyerang kedua capres. Hal ini akan berdampak pada elektabilitas para capres. Survei dilakukan di 33 provinsi dengan metode multistage random sampling. Jumlah responden mencapai 2.400 orang dengan margin of error kurang lebih 2 persen. Responden dipilih dengan acak, wawancara, dan tatap muka. Waktu pengambilan survei mulai 1-9 Mei 2014.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com