Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WikiLeaks: Hadi Poernomo "Sangat Kotor", Eddy Abdurrahman Diam-diam "Kotor" Juga

Kompas.com - 05/05/2014, 13:37 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com -- Menyusul penetapan Hadi Poernomo sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kapasitas sebagai Dirjen Pajak pada Senin (21/4/2014), ada bocoran dokumen dari WikiLeaks yang mengupas pencopotan Hadi dari jabatan itu pada 2006. Dikupas pula soal "cerita di balik layar" pencopotan Dirjen Bea dan Cukai pada periode yang sama, Eddy Abdurrahman.

Direktorat Jenderal Pajak di Kementerian Keuangan merupakan institusi yang bertanggung jawab soal administrasi dan pengumpulan pajak. Berkantor terpisah dengan Kementerian Keuangan, Hadi disebut dalam bocoran dokumen itu sebagai sosok mandiri tetapi arogan. Dia diakui sebagai figur yang cerdas dan mempunyai banyak kemampuan, tetapi sekaligus dikenal dengan reputasi buruk di komunitas bisnis.

Semua cerita "kejayaan" Hadi di Direktorat Jenderal Pajak berakhir tepat pada hari ulang tahunnya, 21 April 2006. Dia dicopot dari jabatannya melalui Keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dengan Menteri Keuangan yang saat itu dijabat Sri Mulyani Indrawati sebagai "eksekutor". (Baca: "Drama" Hadi Poernomo Bermula dari Niat SBY...)

"Korupsi dalam administrasi pajak menjadi keluhan utama para pelaku bisnis," tulis laporan yang diklaim WikiLeaks sebagai bocoran kawat diplomatik tertanggal 29 April 2006. Purnomo, sebut dokumen itu, adalah orang yang dikenal dengan taktik tangan besi.

Hadi, misalnya, memaksakan larangan perjalanan terhadap para manajer perusahaan yang sedang diaudit. Dia juga menampilkan foto orang-orang kaya yang terlibat kasus pajak dengan menyertakan foto satelit dari properti mereka di luar negeri.

Selama masa jabatannya sebagai Dirjen Pajak, kata dokumen bocoran WikiLeaks itu, kemerosotan disiplin jajaran institusi pajak itu sangat terasa, dengan surat ketetapan pajak menjadi norma. "(Tujuannya) memaksa perusahaan untuk bernegosiasi (dengan membayar suap, misalnya) untuk mendapatkan keputusan yang masuk akal."

Pada poin kesembilan dari 14 poin laporan yang dibocorkan WikiLeaks tersebut, dikutip dari konsultan ekspatriat yang banyak berhubungan dengan Kementerian Keuangan mengatakan bahwa Hadi sebagai orang yang paling korup di jajaran Ditjen Pajak yang korup. Setelah Darmin Nasution menggantikan Hadi, konsultan yang sama kembali dikutip mengatakan, "Mr Untouchable (Hadi) akhirnya digulingkan. Cukup menakjubkan."

Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) MS Hidayat dikutip pula dalam dokumen yang dibocorkan WikiLeaks tersebut. Dia dikutip untuk komentarnya kepada pers bahwa tim baru di jajaran Ditjen Pajak, menurut dia, adalah orang-orang yang mampu dan jujur. "Perubahan akan mendukung perbaikan iklim investasi. Kadin akan mengintensifkan dialog dengan pemerintah."

Nama Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia sekaligus pengusaha yang dihormati, Sofjan Wanandi, ada pula dalam laporan itu. Dia dikutip untuk pernyataannya di media, "Saya punya harapan baru, bisa ada kepercayaan antara pemerintah dan pengusaha, perubahan dari masa lalu."

Adapun pengusaha lain yang dikutip dalam dokumen itu disebut berbicara lebih hati-hati. Produsen dan perusahaan di Sumatera, misalnya, mengatakan, keajaiban penyelesaian masalah kantor pajak di daerah tak bisa diharapkan seperti yang terjadi di kantor pusat. Seorang agen pengecer di Surabaya dikutip mengatakan, "Mengganti pemimpin saja tidak cukup. Korupsi pajak ada di mana-mana. Namun, ini tetap sebuah awal."

Tentang Eddy Abdurachman...

Bila Hadi digambarkan tegas-tegas sebagai sosok korup dalam laporan itu, Eddy Abdurachman yang berbarengan dengan Hadi dicopot dari posisi Dirjen Bea dan Cukai disebut juga mendapatkan penilaian buruk dari dunia bisnis. Dokumen bocoran WikiLeaks ini menyebutkan, sekalipun tak sekaliber "kotornya" dengan Hadi, tetapi Eddy juga bukan pejabat yang "bersih".

Menurut dokumen tersebut, Eddy menjadi keluhan utama lainnya di jajaran pemerintahan mengutip kalangan bisnis. Menurut para pengusaha yang dikutip dalam laporan, meski tingkah Eddy dinilai tak sekorup Hadi, tetapi dia dianggap membiarkan korupsi merajalela dan layanan buruk di jajaran Bea dan Cukai selama kepemimpinannya.

Eksportir dan importir disebut sama-sama mencatat bahwa pejabat Bea dan Cukai secara rutin memeras mereka melalui beragam cara, mulai dari penentuan yang sewenang-wenang untuk biaya arbitrase dan biaya ekspedisi, kelambatan pemrosesan, hingga todongan suap terang-terangan.

Perusahaan pengimpor maupun pengekspor produk sensitif, seperti makanan segar maupun beku dan pakaian musiman, atau barang bernilai tinggi, menjadi sasaran empuk. Media Indonesia, dikutip dalam dokumen itu, kerap pula menyebut petugas Bea dan Cukai sebagai pemberi fasilitas untuk penyelundupan barang masuk maupun keluar Indonesia. 

Wakil presiden sebuah perusahaan infrastruktur utama dikutip dalam dokumen yang dibocorkan WikiLeaks itu sebagai salah seorang yang bergembira dengan pencopotan Eddy dari jabatan Dirjen Bea dan Cukai. "Bayangkan, untuk kontrak 3 juta dollar AS, Anda harus membayar 300.000 dollar AS sampai 500.000 dollar AS ke bea dan cukai untuk melepaskan barang-barang Anda dari pelabuhan," kata dia dalam dokumen itu.

Sumber yang sama menurut dokumen bocoran lembaga yang didirikan Edward Snowden ini pun menambahkan, layanan bea dan cukai memberikan penundaan yang sangat lama dengan tumpukan biaya penyimpanan. "Mari kita berharap hal-hal ini akan bersih sekarang."

Sejauh ini belum ada konfirmasi dari nama-nama yang disebutkan dalam dokumen bocoran WikiLeaks ini. Belum ada pula pernyataan resmi dari pemerintah maupun aparat hukum tentang informasi yang tercantum di dalamnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

Nasional
Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Nasional
Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Nasional
Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Nasional
Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada DKI, PKS: Beliau Tokoh Nasional, Jangan Kembali Jadi Tokoh Daerah

Tak Dukung Anies Maju Pilkada DKI, PKS: Beliau Tokoh Nasional, Jangan Kembali Jadi Tokoh Daerah

Nasional
Zulhas Ungkap Arahan Prabowo soal Buka Pintu Koalisi

Zulhas Ungkap Arahan Prabowo soal Buka Pintu Koalisi

Nasional
Menpan-RB Minta Pemprov Kalbar Optimalkan Potensi Daerah untuk Wujudkan Birokrasi Berdampak

Menpan-RB Minta Pemprov Kalbar Optimalkan Potensi Daerah untuk Wujudkan Birokrasi Berdampak

Nasional
Prabowo Mau Kasih Kejutan Jatah Menteri PAN, Zulhas: Silakan Saja, yang Hebat-hebat Banyak

Prabowo Mau Kasih Kejutan Jatah Menteri PAN, Zulhas: Silakan Saja, yang Hebat-hebat Banyak

Nasional
Selain Bima Arya, PAN Dorong Desy Ratnasari untuk Maju Pilkada Jabar

Selain Bima Arya, PAN Dorong Desy Ratnasari untuk Maju Pilkada Jabar

Nasional
Perkecil Kekurangan Spesialis, Jokowi Bakal Sekolahkan Dokter RSUD Kondosapata Mamasa

Perkecil Kekurangan Spesialis, Jokowi Bakal Sekolahkan Dokter RSUD Kondosapata Mamasa

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Besok, KPU Undang Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Penetapan Prabowo-Gibran Besok, KPU Undang Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Nasional
Amanat Majelis Syura Gulirkan Hak Angket di DPR, Presiden PKS Sebut Lihat Realitanya

Amanat Majelis Syura Gulirkan Hak Angket di DPR, Presiden PKS Sebut Lihat Realitanya

Nasional
Zulhas Sebut Tak Ada Tim Transisi, Prabowo Mulai Kerja sebagai Presiden Terpilih

Zulhas Sebut Tak Ada Tim Transisi, Prabowo Mulai Kerja sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Menyoal Tindak Lanjut Pelanggaran Pemilu yang Formalistik ala Bawaslu

Menyoal Tindak Lanjut Pelanggaran Pemilu yang Formalistik ala Bawaslu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com