"Prabowo memang masih menggantung jawabannya mengenai penyelesaian pada orang-orang yang masih hilang. Tapi itu juga berlaku pada orang-orang yang ada di sekeliling Jokowi," kata Koordinator Kontras Haris Azhar saat acara diskusi "Apa Syarat Menjadi Presiden Indonesia Hari Ini?" di Kantor Kontras, Jakarta, Sabtu (3/5/2014).
Haris menilai, terlalu sering munculnya nama Jokowi dan Prabowo disebabkan karena dua nama tersebut sama-sama dikelilingi oleh kelompok-kelompok lama, dalam hal ini kelompok militer dan pengusaha, yang secara otomatis dapat mendongkrak popularitas keduanya. Padahal, kata Haris, masih banyak nama-nama lain yang sebenarnya lebih kompeten, tetapi tak bisa muncul ke publik karena tidak cukup menjual.
"Jadi Indonesia kekurangan alternatif pilihan ketiga, yang bisa memberikan jaminan pada pemenuhan hak asasi manusia. Mereka selama ini memiliki survei yang rendah karena tak cukup dekat dengan kelompok militer dan kalangan pengusaha," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta Robertus Robert mengatakan, pola pemikiran masyarakat Indonesia dalam memilih pemimpin hanya berdasarkan tingkat kepopuleran dan ukuran personal. Padahal, dua hal tersebut tidak menjamin bahwa seseorang yang terpilih dapat melakukan pekerjaannya dengan baik.
"Penilaian pemimpin yang baik hanya didasarkan pada hasil survei dan apa yang disajikan oleh media," tukasnya.
Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan sebenarnya dijadwalkan ikut hadir dalam acara tersebut. Namun, karena ada acara keluarga, salah satu peserta konvensi Partai Demokrat itu memilih untuk tidak datang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.