JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menghormati langkah Komisi Pemberantasan Korupsi yang menetapkannya sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) selama penetapan tersangka itu berdasarkan dua alat bukti yang cukup. Pengacara Anas, Firman Wijaya, meminta KPK tidak membabi buta dalam memproses hukum kliennya.
"Kita hormati saja KPK. Yang penting KPK tidak menerapkan TPPU secara membabi buta karena menurut saya tidak ada signifikansinya, di mana tidak ada kaitannya dengan menyembunyikan asal-usul harta," kata Firman saat dihubungi Kompas.com, Rabu (5/3/2014).
Firman mengatakan, KPK sedianya menuntaskan dulu dugaan tindak pidana korupsi yang disangkakan kepada Anas. Sebelumnya, KPK menetapkan Anas sebagai tersangka atas dugaan menerima gratifikasi terkait proyek Hambalang dan proyek lain. Namun, menurut Firman, hingga kini KPK belum menjelaskan proyek lain yang dimaksud dalam surat perintah penyidikan (sprindik) dugaan korupsi yang disangkakan kepada Anas.
"Kasus, perkara pokoknya saja belum tuntas, ini bagaimana? Kok sudah ada follow up crime-nya? Ini saja masih bolak-balik, membingungkan, mending langsung disidang sajalah daripada berlarut-larut," katanya.
Firman menduga ada kepentingan politik di balik penetapan Anas sebagai tersangka TPPU ini. Menurut Firman, KPK sudah tebang pilih karena KPK terkesan mendiamkan keterlibatan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas).
"Saya bilang, KPK kepada Pak Anas keras, tetapi kepada Ibas sepertinya banyak yang dikaitkan, kepada Anas keras, tetapi kepada Ibas lemah," ujarnya.
Mengenai kemungkinan penyitaan aset milik Anas, Firman mengatakan kliennya siap jika KPK menyita aset-aset. Hanya saja, dia meminta KPK tidak terburu-buru dan spekulatif. "Selama ini Mas Anas tidak ada yang perlu ditakutkan, jangan terburu-buru dan spekulatif, dari sprindik bocorannya saja enggak ada jawaban hukum sampai sekarang. Seandainya memang harus, jangan sampai keadilannya dicederai. Sampai saat ini kongres saja enggak pernah tegas, itu kan ada keberpihakan," ujar Firman.
Anas disangka melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan atau Pasal 3 Ayat 1 dan atau Pasal 6 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Menurut konstruksi pasal yang disangkakan, Anas diduga melakukan pencucian uang aktif dan menikmati hasil pencucian uang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.