JAKARTA, KOMPAS.com — Kebijakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menganggap sah surat suara yang dicoblos dua kali dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif. Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), August Mellaz, menilai, KPU tidak paham aturan soal sistem pemilu proporsional terbuka yang telah disepakati.
"Jangan-jangan KPU tidak sadar lagi kalau pemilu kita menggunakan sistem proporsional daftar terbuka. Memberikan dua suara calon anggota legislatif (caleg) kepada partai adalah menerapkan sistem proporsional tertutup," ujar August di Gedung KPU, Jakarta Pusat, Senin (3/3/2014).
Ia mengatakan, Peraturan KPU Nomor 26 Tahun 2013 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara, yang membenarkan pemilih mencoblos dua nama caleg atau lebih asalkan dalam satu partai dan satu daerah pemilihan, bertentangan dengan aturan itu. Menurut August, prinsip proporsional terbuka memberi hak penuh kepada pemilih untuk menentukan calon yang dipercayai duduk di parlemen. Adapun dalam proporsional tertutup, penentuan siapa caleg yang mendapat kursi DPR adalah kewenangan partai yang mengusung.
"KPU ini tidak konsisten. Harusnya, suara pemilih yang mencoblos dua nama calon legislator adalah tak sah. Alasan KPU untuk mengurangi angka suara tak sah tak relevan," kata August.
Ia menyebutkan, jika KPU beralasan meminimalisasi suara tidak sah, seharusnya KPU melakukan sosialisasi yang lebih gencar soal cara mencoblos yang benar, bukan mengubah hal-hal prinsip.
Sebelumnya, KPU menyatakan bahwa surat suara yang dicoblos lebih dari satu kali tetap dianggap sah selama nama-nama caleg yang dicoblos terdaftar di satu partai. "Misalnya dicoblos dua caleg dalam satu partai, itu sah. Itu untuk menekan jumlah surat suara yang tidak sah nanti," ujar Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah di Hotel Alila, Jakarta Pusat, Rabu (26/2/2014).
Ferry mengatakan, pada praktik pemungutan suara nanti, akan ada banyak varian pencoblosan surat suara oleh pemilih. Menurutnya, KPU harus menerapkan kebijakan agar sejumlah varian tertentu tidak serta-merta dianggap tidak sah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.