Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK: Chandra Hamzah Tak Dilibatkan Bahas RUU KUHP/KUHAP

Kompas.com - 22/02/2014, 10:57 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto membantah pernyataan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin yang mengatakan Chandra M Hamzah dilibatkan dalam Tim Persiapan Pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ketika Chandra menjadi pimpinan KPK sekitar 2011.

"Saya coba konfirmasi ke Chandra M Hamzah berkaitan dengan klaim Menteri Hukum dan HAM mengenai keterlibatan CMH (Chandra) sebagai anggota Tim Revisi KUHAP. Chandra menyatakan, 'aku enggak tahu jadi anggota tim RUU KUHP dan RUU KUHAP'," kata Bambang menirukan pernyataan Chandra kepadanya, Sabtu (22/2/2014).

Bambang menambahkan, Chandra mengaku tidak pernah diundang dalam pembahasan RUU tersebut. "Lebih lanjut (Chandra mengatakan), sejak awal tidak setuju dengan RUU KUHAP dan RUU KUHP dan Chandra meminta agar kedua revisi itu ditarik," ucap Bambang.

Sebelumnya, melalui siaran pers, Jumat (21/2/2014), Amir mengatakan bahwa pemerintah telah melibatkan KPK dalam pembahasan RUU KUHP dan KUHAP tersebut. Tahun 2011, kata Amir, dibentuk Tim Persiapan Pembahasan RUU KUHAP yang salah satu anggotanya adalah Chandra M Hamzah (pada saat itu sebagai pimpinan KPK). 

Kemudian dengan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-01.PP.01.02 Tahun 2011 tersebut, dibentuk Tim Persiapan Pembahasan RUU KUHP.

KOMPAS IMAGES/DHONI SETIAWAN Chandra M Hamzah, saat masih Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonakti, menjalani wajib lapor di kantor Badan Reserse dan Kriminal Polri, Jakarta, Kamis (26/11/2009). Akhirnya penyidik Polri melimpahkan kasus Chandra M Hamzah beserta barang bukti percobaan pemerasan dan penyalahgunaan wewenang ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan setelah berkas perkara dinyatakan lengkap oleh Kejagung.
Amir juga mengatakan bahwa pemerintah dan tim penyusun RUU KUHP dan KUHAP tidak bermaksud mengebiri kewenangan KPK. Menurut Amir, RUU KUHP tidak mengeliminasi keberadaan undang-undang di luar KUHP, termasuk UU tentang KPK.

Dengan berlakunya KUHP yang baru, bukan berarti undang-undang di luar KUHP menjadi tidak berlaku karena undang-undang di luar KUHP merupakan lex specialis (hukum yang bersifat khusus).

"RUU KUHP dan RUU KUHAP merupakan lex generalis (hukum yang bersifat umum-red) sehingga tidak menghilangkan kewenangan KPK untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 dan hukum acara pidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, yang merupakan lex specialis," tuturnya.

Sementara menurut KPK, RUU KUHP ini mengancam keberadaan lembaga antikorupsi itu karena memasukkan delik korupsi dalam RUU KUHP. Dengan dimasukkannya delik korupsi dalam KUHP, menurut Ketua KPK Abraham Samad, sifat korupsi sebagai kejahatan luar biasa bisa menjadi hilang.

Padahal, menurutnya, delik korupsi perlu diatur dalam undang-undang khusus, dan tidak dileburkan dalam KUHP. Terkait dileburkannya delik korupsi dalam KUHP ini, Bambang menilai sulit meletakan pasal korupsi secara pas dalam KUHP jika naskah akademik RUU itu salah kaprah.

"Naskah akademik tidak mengkaji itu dengan jelas. Naskah juga mengingkari dan bahkan bertentangan dengan TAP MPR No. XI/ 1998 dan Tap MPR No. VIII/2001 soal politik hukum dari penegakan hukum dalam tindak pidana korupsi. Dalam naskah akademik yang misleading, maka akan sulit meletakkan secara pas pasal tipikor dalam revisi KUHP," tutur Bambang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Ada Anwar Usman, MK Diyakini Buat Putusan Progresif dalam Sengketa Pilpres

Tak Ada Anwar Usman, MK Diyakini Buat Putusan Progresif dalam Sengketa Pilpres

Nasional
Gibran Dampingi Prabowo ke Bukber Golkar, Absen Saat Acara PAN dan Demokrat

Gibran Dampingi Prabowo ke Bukber Golkar, Absen Saat Acara PAN dan Demokrat

Nasional
Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Nasional
Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Nasional
Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Nasional
Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com