"Saya coba konfirmasi ke Chandra M Hamzah berkaitan dengan klaim Menteri Hukum dan HAM mengenai keterlibatan CMH (Chandra) sebagai anggota Tim Revisi KUHAP. Chandra menyatakan, 'aku enggak tahu jadi anggota tim RUU KUHP dan RUU KUHAP'," kata Bambang menirukan pernyataan Chandra kepadanya, Sabtu (22/2/2014).
Bambang menambahkan, Chandra mengaku tidak pernah diundang dalam pembahasan RUU tersebut. "Lebih lanjut (Chandra mengatakan), sejak awal tidak setuju dengan RUU KUHAP dan RUU KUHP dan Chandra meminta agar kedua revisi itu ditarik," ucap Bambang.
Sebelumnya, melalui siaran pers, Jumat (21/2/2014), Amir mengatakan bahwa pemerintah telah melibatkan KPK dalam pembahasan RUU KUHP dan KUHAP tersebut. Tahun 2011, kata Amir, dibentuk Tim Persiapan Pembahasan RUU KUHAP yang salah satu anggotanya adalah Chandra M Hamzah (pada saat itu sebagai pimpinan KPK).
Kemudian dengan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-01.PP.01.02 Tahun 2011 tersebut, dibentuk Tim Persiapan Pembahasan RUU KUHP.
Dengan berlakunya KUHP yang baru, bukan berarti undang-undang di luar KUHP menjadi tidak berlaku karena undang-undang di luar KUHP merupakan lex specialis (hukum yang bersifat khusus).
"RUU KUHP dan RUU KUHAP merupakan lex generalis (hukum yang bersifat umum-red) sehingga tidak menghilangkan kewenangan KPK untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 dan hukum acara pidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, yang merupakan lex specialis," tuturnya.
Sementara menurut KPK, RUU KUHP ini mengancam keberadaan lembaga antikorupsi itu karena memasukkan delik korupsi dalam RUU KUHP. Dengan dimasukkannya delik korupsi dalam KUHP, menurut Ketua KPK Abraham Samad, sifat korupsi sebagai kejahatan luar biasa bisa menjadi hilang.
Padahal, menurutnya, delik korupsi perlu diatur dalam undang-undang khusus, dan tidak dileburkan dalam KUHP. Terkait dileburkannya delik korupsi dalam KUHP ini, Bambang menilai sulit meletakan pasal korupsi secara pas dalam KUHP jika naskah akademik RUU itu salah kaprah.
"Naskah akademik tidak mengkaji itu dengan jelas. Naskah juga mengingkari dan bahkan bertentangan dengan TAP MPR No. XI/ 1998 dan Tap MPR No. VIII/2001 soal politik hukum dari penegakan hukum dalam tindak pidana korupsi. Dalam naskah akademik yang misleading, maka akan sulit meletakkan secara pas pasal tipikor dalam revisi KUHP," tutur Bambang. Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.