Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/02/2014, 09:16 WIB
Ahmad Arif

Penulis

Oleh: Ahmad Arif

KOMPAS - “Kalau Kelud meletus lagi, semoga saat itu saya tidak lagi menjadi Kepala PVMBG,” kata Surono di kawah Kelud, Jawa Timur, 4 November 2011. “Saya tidak bisa membayangkan bagaimana letusan Kelud ke depan.”

Ucapan Surono itu kembali melintasi pedalaman kepala begitu Kelud kembali menggeliat sejak beberapa hari terakhir. Pagi itu gerimis, kami menuruni tangga menuju bekas danau kawah Kelud yang telah menghilang. Surono lalu berdiri di kaki kubah lava yang masih menguarkan bau belerang. Saya melihat rautnya gelisah. “Peta KRB (Kawasan Rawan Bencana) Kelud harus sudah diubah,” katanya.

Saat itulah dia kemudian menyampaikan rasa jeri pada letusan Kelud di masa mendatang. Ketika Kelud akhirnya meletus pada Kamis (13/2/2014) malam lalu, Surono memang telah berhenti sebagai Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Namun, dia ternyata tidak bisa lepas dari Kelud karena pada Jumat (14/2/2014) pagi, Surono justru dilantik menjadi Kepala Badan Geologi Kementerian yang membawahi PVMBG.

Kelud memang spesial bagi Surono. Gunung ini ibarat kawah candradimuka, yang menggodok kepakarannya soal gunung api. Kelud mengantarkan Surono meraih gelar master dan doktor dari Université Joseph Fourier, Grenoble, Perancis, karena penelitiannya tentang instrumen akustik untuk memantau kondisi Kelud saat gunung itu meletus pada tahun 1990.

Berubah

Selama ratusan tahun, Kelud dikenal memiliki letusan freatik (phreatic) karena keberadaan danau kawahnya. Letusan ini dipicu oleh masuknya air danau ke kantong magma yang bersuhu sekitar 1.000 derajat.

Persentuhan air danau dan magma ini kemudian memicu munculnya uap panas yang segera menjebol sumbat, melontarkan debu, bebatuan, bom gunung api, hingga air. Paduan material padat dan air danau ini menciptakan lahar letusan yang secara historis menimbulkan korban dan kerusakan besar di sepanjang Sungai Brantas, dan sungai lain yang berhulu di Kelud.

Teks Sanskerta, berjudul ”Goentoer Pabanjoepinda” yang ditulis pada tahun 1334 dan dikutip oleh geolog dari Museum Geologi Bandung, Indyo Pratomo dalam disertasinya, Etude de l’éruption de 1990 du volcan Kelud (1992), menggambarkan karakter letusan Kelud di masa lalu itu, ”.... Bumi mengguncang, uap panas dimuntahkan dari gunung api dan banyak abu jatuh, gemuruh guntur, petir besar-besar..., muntahan lahar segera tiba kemudian....”

Selama lebih dari 1.000 tahun, upaya mengatasi letusan Kelud lebih terfokus pada muntahan lahar ini. Bahkan, istilah lahar, yang kemudian dipakai dalam term vulkanologi secara global, berasal dari fenomena Kelud ini.

KOMPAS IMAGES / FIKRIA HIDAYAT Bocah mandi di sudetan yang mengalir menuju Waduk Siman di Kecamatan Kepung, Kediri, Jawa Timur, Kamis (3/11/2011). Sudetan dan waduk diperkirakan telah ada sejak zaman Mpu Sindok (kerajaan Mataram Kuno era Jawa Timur). Di sekitar waduk ditemukan sejumlah prasasti, salah satunya Prasasti Harinjing yang berisi pembuatan sudetan, mitigasi bencana gunung berapi sejak 894 Masehi. KOMPAS IMAGES/FIKRIA HIDAYAT
Upaya pertama dan tertua yang tercatat dalam sejarah untuk mengatasi lahar Kelud adalah pembangunan sudetan dari Sungai Konto ke Sungai Harinjing atau sekarang dikenal sebagai Sungai Serinjing di Desa Siman, Kecamatan Kepung, Kediri. (lihat Kelud Revolusi Gunung Api, laporan khusus Ekspedisi Cincin Api Kompas, 21 Januari 2012) .

Prasasti Harinjing atau juga disebut Sukabumi yang ditemukan di sekitar Desa Siman mencatat upaya itu. Prasasti dengan angka tahun 921 Masehi ini diperkirakan dibuat pada era pemerintahan Tulodong, memuat informasi tentang pembangunan bendungan (mula dawuhan) dan saluran sungai (dharmma kali) yang keduanya dibangun tahun 804 Masehi. Kanal buatan ini saat ini dikenal sebagai Sungai Harinjing, sekarang bernama Sungai Serinjing.

Boomgaard dalam A World of Water: Rain, Rivers, and Seas in Southeast Asian Histories (2007) menyebutkan, bendungan dan saluran sungai itu kemungkinan terhubung dengan sebuah candi. Menurutnya, rencana besar penyaluran air tersebut sebagai salah satu strategi besar mengendalikan air dan mengurangi dampak bencana.

Pada era Belanda, upaya untuk mengendalikan letusan Kelud dilakukan dengan merekayasa danau kawahnya. Saat Kelud meletus pada 1919, volume air danau kawah saat itu mencapai 40 juta meter kubik. Jarak luncur lahar letusan saat itu mencapai 37,5 kilometer dan jumlah korban tewas mencapai 5.110 jiwa.

Dengan berpatokan bahwa ancaman Kelud membesar seiring dengan besarnya volume air kawah, Belanda berupaya membuat saluran air guna mengurangi volume danau itu.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Nasional
Agenda Prabowo usai Putusan MK: 'Courtesy Call' dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Agenda Prabowo usai Putusan MK: "Courtesy Call" dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Nasional
Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Nasional
'MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan...'

"MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan..."

Nasional
Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak 'Up to Date'

Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak "Up to Date"

Nasional
Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Nasional
Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Nasional
Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Nasional
Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Nasional
Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Memengaruhi Pemilih Memilih 02

Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Memengaruhi Pemilih Memilih 02

Nasional
Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Nasional
KPK Terima Pengembalian Rp 500 Juta dari Tersangka Korupsi APD Covid-19

KPK Terima Pengembalian Rp 500 Juta dari Tersangka Korupsi APD Covid-19

Nasional
Megawati Diyakini Tak Goyah, PDI-P Diprediksi Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Megawati Diyakini Tak Goyah, PDI-P Diprediksi Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Digugat ke Pengadilan, Bareskrim: Penetapan Tersangka Kasus TPPU Panji Gumilang Sesuai Fakta

Digugat ke Pengadilan, Bareskrim: Penetapan Tersangka Kasus TPPU Panji Gumilang Sesuai Fakta

Nasional
Soal Peluang PDI-P Gabung Koalisi Prabowo, Guru Besar UI: Megawati Tegak, Puan Sejuk

Soal Peluang PDI-P Gabung Koalisi Prabowo, Guru Besar UI: Megawati Tegak, Puan Sejuk

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com