Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jimly: Di Dunia Ini, Mana Ada Pengadilan Pakai Pengawas?

Kompas.com - 14/02/2014, 08:00 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie mendukung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan seluruhnya isi Undang-undang nomor 4 tahun 2014 tentang Penetapan Perppu nomor 1 tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas UU Mahkamah Konstitusi. Menurut Jimly, kritik yang menyebutkan bahwa putusan itu mencerminkan MK tidak ingin diawasi adalah hal yang tidak tepat.

"Di mana sih di dunia ini, ada pengadilan lalu ada pengawasnya. Di mana? Enggak ada itu," ujar Jimly, saat dihubungi, Kamis (13/2/2014) malam.

Jimly mengatakan, Komisi Yudisial yang selama ini dianggap layak mengawasi MK bukanlah lembaga pengawas pengadilan. KY, kata Jimly, adalah lembaga untuk menjaga kehormatan hakim.

"Jadi jangan gunakan istilah yang tidak tepat. Hubungan KY dengan MA itu hubungan penegakan kode etik, jangan pakai istilah pengawas untuk MK," kata Jimly.

Menurutnya, pemaknaan "pengawasan" di MK selama ini lebih dititikberatkan pada masalah putusan. Padahal, sebut Jimly, putusan MK tak bisa diintervensi atau pun diganggu gugat. Oleh karena itu, menurutnya, yang perlu diperbaiki MK saat ini adalah fungsi audit terkait etika hakim MK.

"Saya setuju untuk kita meng-install sistem etika, ini yang kami pelopori melalui DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu). Jadi yang dibutuhkan MK sebenarnya external ethical audit, agar orang-orang bejat seperti Akil tidak ada di MK," kata Jimly, yang kini menjabat Ketua DKPP.

Lebih jauh, Jimly juga menilai, Undang-undang MK yang dihasilkan dari Perppu sejak awal disiapkan dengan tidak matang, bahkan cenderung emosional. Proses penyusunannya, kata Jimly, juga tidak melalui mekanisme seharusnya. Akan tetapi, ia menyayangkan momentum MK memutus perkara itu di tengah sedang berusaha memperbaiki citranya pasca kasus tertangkapnya Akil Mochtar.

"Jadi seolah-olah MK itu buat putusan yang hanya untungkan dirinya sendiri. Padahal, saya paham substansinya tidak begitu. Ini soal momentum saja," katanya.

Ditolak

Mahkamah Konstitusi mengabulkan seluruhnya permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Mahkamah Konstitusi.  

"MK mengabulkan permohonan yang diajukan seluruhnya," kata Ketua MK Hamdan Zoelva saat membacakan putusan di ruang sidang utama Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (13/2/2014).  

Dengan putusan MK ini, maka tiga substansi yang ada dalam revisi Undang-undang MK pun ikut gugur. MK nantinya tetap akan menggunakan undang-undang terdahulu. Tiga substansi penting dalam revisi tersebut pertama, penambahan persyaratan menjadi hakim konstitusi dengan latar belakang partai politik harus terlebih dulu non-aktif selama minimal 7 tahun dari partainya. Kedua, soal mekanisme proses seleksi dan pengajuan hakim konstitusi dari presiden, DPR, dan MA yang harus terlebih dulu di seleksi oleh panel ahli yang dibentuk Komisi Yudisial. Ketiga, soal perbaikan sistem pengawasan hakim konstitusi melalui Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi yang dipermanenkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Satgas Judi 'Online' Diharap Tak 'Masuk Angin'

Satgas Judi "Online" Diharap Tak "Masuk Angin"

Nasional
Pemerintah Indonesia Sampaikan 4 Hal Pokok dalam Forum SDGs di Bali

Pemerintah Indonesia Sampaikan 4 Hal Pokok dalam Forum SDGs di Bali

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Jadi Komisaris BUMN, Ngabalin: di Mana Masalahnya ?

TKN Prabowo-Gibran Jadi Komisaris BUMN, Ngabalin: di Mana Masalahnya ?

Nasional
Judi 'Online' dan Ancaman Gelombang Warga Miskin Baru

Judi "Online" dan Ancaman Gelombang Warga Miskin Baru

Nasional
Rehat Setelah Sengketa Pemilu, MK Gelar Sidang 'Judicial Review' Lagi Mulai Juli 2024

Rehat Setelah Sengketa Pemilu, MK Gelar Sidang "Judicial Review" Lagi Mulai Juli 2024

Nasional
Polri Bongkar Pabrik Narkoba Milik Pasutri di Medan, 6 Orang Ditangkap

Polri Bongkar Pabrik Narkoba Milik Pasutri di Medan, 6 Orang Ditangkap

Nasional
482 Jemaah Haji Ikut Safari Wukuf

482 Jemaah Haji Ikut Safari Wukuf

Nasional
Sinyal Ridwan Kamil Jadi Penantang Anies pada Pilkada Jakarta

Sinyal Ridwan Kamil Jadi Penantang Anies pada Pilkada Jakarta

Nasional
[POPULER NASIONAL] Sinyal Kuat PKS, PKB, dan PDI-P Dukung Anies | Kapolri dan Jaksa Agung Disebut Enggan Bertemu di Satu Forum

[POPULER NASIONAL] Sinyal Kuat PKS, PKB, dan PDI-P Dukung Anies | Kapolri dan Jaksa Agung Disebut Enggan Bertemu di Satu Forum

Nasional
Sebut Prabowo Nasionalis, Mahfud: Kita Bisa Berharap Prabowo Lakukan Pembenahan Hukum

Sebut Prabowo Nasionalis, Mahfud: Kita Bisa Berharap Prabowo Lakukan Pembenahan Hukum

Nasional
Buntut Penyitaan, Staf Hasto PDI-P Berupaya Laporkan Penyidik KPK ke Dewas hingga Bareskrim

Buntut Penyitaan, Staf Hasto PDI-P Berupaya Laporkan Penyidik KPK ke Dewas hingga Bareskrim

Nasional
Sebut Hukum di Negara Ini Karut-marut, Mahfud: Kalau Presiden Mau Bisa Selesai

Sebut Hukum di Negara Ini Karut-marut, Mahfud: Kalau Presiden Mau Bisa Selesai

Nasional
Prabowo Ungkap Indonesia Diminta Turut Bantu Tepi Barat, Bukan Hanya Gaza

Prabowo Ungkap Indonesia Diminta Turut Bantu Tepi Barat, Bukan Hanya Gaza

Nasional
Jemaah Berangkat untuk Jalani Puncak Haji di Arafah Mulai Besok

Jemaah Berangkat untuk Jalani Puncak Haji di Arafah Mulai Besok

Nasional
Bicara soal Kasus Penambangan Emas Liar di Sangihe, Mahfud: Mafia itu Begitu Berkuasa...

Bicara soal Kasus Penambangan Emas Liar di Sangihe, Mahfud: Mafia itu Begitu Berkuasa...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com