Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Noken dan Ikat, Praktik Adat dan Kerawanan Pemilu...

Kompas.com - 11/02/2014, 08:36 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Praktik “titip suara” kepada ketua adat yang masih terjadi dalam pemilu di beberapa daerah masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemilu langsung yang sekarang diterapkan di Indonesia.

Meski secara umum menyalahi prinsip pemilu, tetapi Mahkamah Konstitusi sudah menguatkan praktik itu sebagai bagian dari adat.

Tak terkecuali Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang menyoroti praktik ini. Apalagi, praktik tersebut dinilai rentan memunculkan kerawanan dalam pemilu, termasuk sengketa hasil pemilu.

"(Praktik) itu dikenal sebagai noken di Papua (dan Papua Barat) atau ikat di Bali," kata anggota Komnas HAM Natalius Pigai, Senin (10/2/2014). Menurut dia, praktik tersebut marak paling tidak lima tahun terakhir.

Untuk menggambarkan potensi konflik, Pigai mencontohkan sebuah pemilihan yang diikuti oleh lima calon kepala daerah. Dari lima kandidat tersebut, kata dia, ternyata tiga di antaranya sama sekali tidak memperoleh suara, dan suara pemilih hanya fokus pada salah satu calon.

"Logikanya kan tidak mungkin. Setiap kandidat pasti punya tim sukses, ke mana suara mereka?" papar Pigai dari contoh itu. Menurut dia, situasi serupa dapat terjadi ketika praktik pemilihan dilakukan dengan mewakilkannya kepada orang lain, termasuk titip suara kepada ketua adat.

Padahal, ujar Pigai, praktik mewakilkan pemilihan itu pun sudah jelas menyalahi prinsip one man, one vote, one value system dalam pemilu. Menurut dia, sistem noken dan ikat tidak dibenarkan dipakai dalam pemilu di negara mana pun.

Potensi kerawanan

"Potensi kerawanan itu terjadi khususnya saat perhitungan suara," kata Pigai. Pada situasi inilah, ujar dia, Komnas HAM meminta Polri mengantisipasi jangan sampai terjadi kericuhan gara-gara praktik titip suara tersebut.

Pigai mengatakan, Komnas HAM sudah bertemu Kapolri Jendral Sutarman untuk membicarakan masalah ini. Kedua institusi, ujar dia, sama-sama punya peran penting mengawal pemilu agar berjalan secara tertib dan damai. Pada saat yang sama, imbuh dia, Komisi Pemilihan Umum juga punya tugas mengantisipasi praktik noken dan ikat terjadi.

KPU, kata Pigai, diharapkan tak hanya secara implisit mengatakan pemilu harus berlangsung bersih, jujur, dan adil. Menurut dia, KPU juga harus menegaskan kepada KPU di daerah bahwa praktik noken dan ikat adalah ilegal. "Harus ada kesamaan visi antara KPU dengan KPU di daerah," tegas dia.

Sebelumnya, Komnas HAM juga pernah membicarakan masalah noken dan ikat ini dengan KPU dan Badan Pengawas Pemilu. Komnas HAM meminta kedua lembaga penyelenggara pemilu ini menolak sistem noken.

Menurut Komnas HAM, tidak ada aturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum sistem noken. Dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) di Papua, lanjutnya, justru memakan lebih banyak korban seperti Pilkada Kabupaten Tolikara, Provinsi Papua. Akibat sistem noken, bahkan konflik terjadi di antara suami dan istri.

Inkonstitusional, tetapi...

Pengamat politik Refly Harun mengatakan praktik noken dan ikat jelas tidak sesuai dengan prinsip pemilu dan tentu saja karenanya menyalahi ketentuan peraturan-perundangan. "(Namun), MK sudah menyatakan noken dan ikat konstitusional, sebagai bagian dari praktik adat yang harus diakomodasi," ujar dia ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (11/2/2014).

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Nasional
Agenda Prabowo usai Putusan MK: 'Courtesy Call' dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Agenda Prabowo usai Putusan MK: "Courtesy Call" dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Nasional
Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Nasional
'MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan...'

"MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan..."

Nasional
Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak 'Up to Date'

Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak "Up to Date"

Nasional
Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Nasional
Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Nasional
Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Nasional
Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Nasional
Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Memengaruhi Pemilih Memilih 02

Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Memengaruhi Pemilih Memilih 02

Nasional
Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Nasional
KPK Terima Pengembalian Rp 500 Juta dari Tersangka Korupsi APD Covid-19

KPK Terima Pengembalian Rp 500 Juta dari Tersangka Korupsi APD Covid-19

Nasional
Megawati Diyakini Tak Goyah, PDI-P Diprediksi Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Megawati Diyakini Tak Goyah, PDI-P Diprediksi Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Digugat ke Pengadilan, Bareskrim: Penetapan Tersangka Kasus TPPU Panji Gumilang Sesuai Fakta

Digugat ke Pengadilan, Bareskrim: Penetapan Tersangka Kasus TPPU Panji Gumilang Sesuai Fakta

Nasional
Soal Peluang PDI-P Gabung Koalisi Prabowo, Guru Besar UI: Megawati Tegak, Puan Sejuk

Soal Peluang PDI-P Gabung Koalisi Prabowo, Guru Besar UI: Megawati Tegak, Puan Sejuk

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com