Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 02/01/2014, 19:50 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Daftar nama sejumlah wihara ditemukan dalam lokasi penggerebekan di rumah terduga teroris di Ciputat, Tangerang Selatan, Rabu (1/1/2014) pagi. Penemuan tersebut diduga merupakan sebuah tanda pergeseran pola teroris yang semula mengincar gereja dan hotel ataupun tempat keramaian tertentu.

Lalu mengapa teroris mulai mengincar wihara sebagai target mereka? Peneliti terorisme, Sidney Jones menilai, hal tersebut bukanlah sesuatu yang baru. Hal ini, menurutnya telah terjadi sejak tahun 2012 lalu.

"Pada saat itu, sejumlah umat Buddhis di Myanmar melakukan kekerasan terhadap umat Muslim (Rohingya)," kata Sidney saat dihubungi Kompas.com, Kamis (2/1/2014).

Penyerangan terhadap wihara diduga terjadi karena faktor balas dendam. Awal mulanya, baru umat Muslim garis keras di Myanmar saja yang melakukan perlawanan. Namun, pelan-pelan isu konflik antarumat beragama di Myanmar itu menyebar dan diketahui seluruh dunia, termasuk oleh pelaku terorisme di Indonesia.

JK: Jangan serang umat Buddha

Pasca-insiden ledakan di Vihara Ekayana Graha, para pemimpin bangsa menyerukan agar tak ada penyerangan terhadap umat Buddha. Wakil Presiden 2004-2009 Jusuf Kalla (JK), misalnya, meminta umat Islam di Indonesia tidak melakukan aksi balas dendam terhadap aksi kekerasan yang menimpa etnis Rohingya di Myanmar. Tekanan terhadap kelompok agama dapat memicu pembalasan di tempat lainnya.

"Kita juga harapkan, di dalam negeri, kita jangan mengadakan suatu aksi," kata JK di Kantor Dewan Mesjid Indonesia (DMI), Jakarta, Senin (5/8/2013).

Rohingnya: Stop kekerasan di Indonesia

Secara terpisah, para pengungsi Rohingya di Indonesia meminta kelompok-kelompok tak bertanggung jawab untuk menghentikan aksi teror atas nama Rohingya di Indonesia.

"Kami ada dalam kesusahan. Kami tidak mau orang lain susah lagi seperti kami," kata pengungsi Rohingya, Muhammad Hanif, kepada Kompas.com.

"Kalau rakyat Indonesia merasa kasihan kepada orang Rohingya, kami minta tolong dengan sangat (peledakan bom di wihara) untuk dihentikan," tambah Hanif.

Hanif mengatakan, peledakan bom tak menyelesaikan akar masalah konflik Rohingya. Sebaliknya, aksi keji itu justru merugikan komunitas Rohingya dan warga Indonesia tak berdosa yang tak memiliki kaitan apa pun dengan konflik di Myanmar.

"Kami hanya bermasalah dengan umat Buddha Myanmar yang berbuat kekerasan. Bahkan, tak semua umat Buddha di Myanmar melakukan kekerasan," kata Hanif.

Polisi tangkap pelaku bom di Ekayana

Polri telah menetapkan Ridwansyah alias Abi sebagai tersangka dalam kasus peledakan bom di Vihara Ekayana beberapa waktu lalu. Abi masih menjalani pemeriksaan intensif oleh penyidik.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Humas Polri Brigjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan, Ridwansyah telah ditahan sejak 20 Desember 2013. Ia ditangkap di Sukabumi, Jawa Barat. "Dia terancam dikenakan Pasal 15 juncto Pasal 7 UU Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme," kata Boy di Mabes Polri, Senin (23/12/2013).

Perkembangan terakhir, polisi juga telah menangkap eksekutor bom di Ekayana dalam sebuah penyergapan di Banyumas, Jawa Tengah, Selasa (31/12/2013).


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Nasional
Tok! Kasasi KPK Kabul, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Tok! Kasasi KPK Kabul, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Nasional
Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com