Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inilah Pendapatan Lain TVRI yang Sebenarnya Bisa Diandalkan

Kompas.com - 28/12/2013, 16:42 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat memblokir anggaran Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI tahun 2014 sebesar Rp 1,4 triliun. Pemblokiran ini sempat diprotes anggota Komisi I, Max Sopacua yang menilai pemblokiran ini akan membuat stasiun televisi itu tidak bisa mengudara tahun depan.

Seorang pejabat internal TVRI yang enggan disebutkan namanya mengatakan pemblokiran anggaran ini seharusnya bisa menjadi pembelajaran bagi manajemen TVRI. Kisruh antara jajaran direksi dengan dewan pengawas, katanya, telah membuat situasi tidak kondusif.

Apalagi pemecatan jajaran direksi oleh dewan pengawas dilakukan saat direksi menyusun anggaran tahun 2014 bersama DPR. Dia pun mengatakan, TVRI tetap masih bisa siaran meski anggaran diblokir.

TVRI, lanjutnya, memiliki pendapatan non-APBN yang jumlahnya lebih besar dari anggaran TVRI dari APBN jika bisa dikelola dengan baik. “Asalkan pendapatan non APBN ini tidak dikorupsi, TVRI tetap bisa hidup,” katanya.

Dia menjelaskan setidaknya ada tiga sumber pendapatan TVRI non-APBN. Pertama, bisnis penyewaaan menara dan pemancar di berbagi daerah. Dia menyebutkan saat ini ada 426 pemancar yang disewa oleh pihak swasta atau instansi lain seperti TNI dan Polri di berbagai daerah.

Kedua, yakni kerja sama air time dan ketiga berasal dari iklan. Namun, sumber ini menyebutkan selama ini pendapatan non APBN itu tidak pernah tercatat dengan baik sehingga kerap kali pendapatan sektor ini disebut sangat kecil. Padahal, jumlahnya jika dikelola dengan baik luar biasa besar.

“Nilai pendapatan TVRI non-APBN ini bisa sampai triliunan, melebihi APBN. Asal benar-benar dikelola dengan baik, bukan masuk ke kantong-kantong pribadi oknum tertentu,” ujarnya.

Pegawai TVRI yang sudah 30 tahun berkecimpung di dunia pertelevisian ini mengaku heran jika ada pemblokiran anggaran ini diributkan. Pada tahun 2012, katanya, anggaran TVRI hanya Rp 750 miliar untuk keseluruhan pusat dan daerah dan tetap mampu menyiarkan berbagai program.

“Jadi kenapa sekarang ribut? Jangan cengenglah TVRI. Ini saatnya semua pihak bukan lagi bela direksi atau dewas, tapi memperjuangkan TVRI sebagai lembaga publik,” tukasnya.

Seperti diberitakan, kisruh di tubuh TVRI mulai mencuat setelah Dewan Pengawas TVRI memecat hampir semua direksi stasiun televisi itu. Hal ini menyusul evaluasi kinerja direksi, terutama soal kecaman publik atas penayangan konvensi capres Partai Demokrat yang dinilai menyalahi fungsi TVRI yang independen.

Para direksi ini kemudian mengadu ke Komisi I DPR. Komisi I DPR memutuskan membuat panja TVRI untuk mengusut kisruh ini. Sementara Panja bekerja, Dewas harus membatalkan keputusan pemecatannya. Namun, pemecatan tetap dilakukan Dewas. Komisi I DPR pun langsung mengelar rapat dan memutuskan anggaran TVRI tahun 2014 diblokir.

Pimpinan DPR kemudian menindaklanjutinya dengan mengirimkan surat ke Menteri Keuangan dan Dewas TVRI pada 18 Desember 2013.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

Nasional
Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com